9 Februari 2025

`

Rekreasi, Murid SD Dipungut Rp 965 Ribu

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten  Malang, Jawa Timur memungut biaya perpisahan Rp 965 ribu setiap siswa. Menurut penuturan salah satu walimurid, jumlah itu untuk membayar uang rekreasi, penulisan ijazah, foto copy dan sebagainya.

 

 

Kabid TK san SD, Dinas Pendidikan, Kab Malang, Slamet Suyono.
Ketua Komisi II DPRD Kab Malang, Kusmantoro Widodo.

“SEBENARNYA keberatan. Bagi kami,  itu jumlah yang besar, apalagi nanti masih harus memikirkan biaya anak masuk SMP yang tidak sedikit,” keluh EN, warga Desa Jatikerto, Jumat (08/03/2019), sambil menunjukan kwitansi tanpa stempel sebagai bukti pembayaran anaknya yang menjadi siswa kelas VI di SD Jatikerto.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Malang, Kusmantoro Widodo, menegaskan, lembaga sekolah dilarang menarik pungutan atau iuran kepada siswa. “Untuk lembaga sekolah dilarang menarik iuran atau sumbangan sekolah. Yang diperbolehkan melakukan hal itu adalah komite sekolah atas persetujuan walimurid atau orang tua siswa lewat musyawarah,” katanya.

“Jika ternyata dalam prakteknya ada orang tua siswa yang merasa keberatan dengan adanya sumbangan atau iuran, bisa dipertanyakan komite sekolah mewakili siapa? Jangan sampai malah komite sekolah menjadi titipan kepentingan pihak lembaga sekolah. Komite sekolah kan dibentuk dari perwakilan orang tua, untuk mewakili kepentingan mereka?” tanya politisi Golkar secara retoris.

Lebih lanjut dia menambahkan, memang,  untuk kemajuan dan kepentingan anak didik, orang tua atau walimurid, bisa berperan aktif dengan memberikan sumbangan pendidikan. “Namun jangan sampai hal tersebut malah membebani orang tua siswa. Misalnya,  untuk biaya rekreasi atau perpisahan, kan bisa ditentukan sejak siswa masuk sekolah, kemudian dibayarkan dengan cara  dicicil sejak siswa di kelas rendah. Di sini mestinya ada peran Komite Sekolah. Jangan malah komite dan lembaga sekolah bermain pat gulipat,” tegas Kusmantoro.

Bahkan Widodo mengaku prihatin dengan budaya yang kini marak terjadi. Dimana,  untuk kegiatan wisuda dan perpisahan sekolah,  diadakan pesta secara besar-besaran. “Padahal esensi pendidikan bukan itu. Tapi,  kadang hanya ingin dilihat maju, maka pesta perpisahan sekolah dibuat semeriah mungkin. Biayanya siapa yang menanggung kalau bukan orang tua siswa, karena dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tidak boleh digunakan untuk kegiatan seperti itu,” tandasnya.

“Dinas Pendidikan sebenarnya yang harus bersikap tegas. Bagaimana pengawasannya? Dinas Pendidikan yang harus bertanggung jawab jika ada masalah seperti ini,”imbuh pria asal Singosari.

Sementara itu, menurut Kepala Bidang TK/SD Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Slamet Suyono, pihaknya sudah memberi himbauan kepada lembaga sekolah jajarannya agar tidak melakukan pungutan yang terlalu besar kepada siswa.

“Pada dasarnya kita sudah melarang dan tidak menganjurkan lembaga  menarik pungutan atau sumbangan. Tapi kita juga tidak bisa melarang jika orang tua siswa ingin berperan aktif dengan memberikan sumbangan pendidikan,”ujarnya.

Saat ditanyakan potensi pat gulipat antara Komite Sekolah yang punya kepentingan dengan lembaga sekolah, menurut Slamet,  hal tersebut belum dijumpai di Kabupaten Malang. “Kami belum menjumpai hal seperti itu. Tapi tidak menutup kemungkinan ada. Oleh karena itu perlu pengawasan dari semua pihak. Jika orang tua siswa merasa dirugikan, bisa melapor ke Dinas Pendidikan Kabupaten Malang,”pungkasnya.(diy)