1 Juli 2025

`

Pakar UB Sebut, Jokowi Effect Cukup Tinggi Bagi 02

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Efek Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo (Jokowi effect) dirasa cukup kuat, bahkan mendominasi dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 14 Februari 2024 lalu. 

 

Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, menggelar Bincang Santai Bersama Pakar (Bonsai) di ruang jamuan lt 6 UB dengan tema Proyeksi Politik Pasca Pemilu, Selasa (27/02/2024) lalu.

 

HAL ITU nampak dari perolehan suara sementara yang menempatkan pasangan Prabowo – Gibran, meraih suara tertinggi. Mengingat, Gibran adalah anak  Jokowi.

“Masih cukup kuat efeknya. Pak Jokowi bisa mengarahkan pilihan ke partai politik, termasuk ke PSI. Survey Prabowo – Gibran langsung naik sejak dipastikan putra Jokowi itu menjadi cawapres,” terang pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, Sobari, S.IP., MA., Ph.D, ditemui usai Bincang Santai Bersama Pakar (Bonsai) di ruang jamuan lt 6 UB dengan tema Proyeksi Politik Pasca Pemilu, Selasa (27/02/2024) lalu.

Sobari, S.IP., MA., Ph.D.

Menurutnya, Jokowi tidak saja bisa mengarahkan ke partai politik, namun basis relawan juga cukup kuat, sehingga banyak pemilih yang mengarahkan pilihannya kepada paslon maupun parpol yang didukung Jokowi. “Paslon nomor urut 02 ini kan taglinenya melanjutkan pemerintah sebelumya. Jadi banyak pemilih yang memilih yang ada Jokowi. Ya otomatis, paslon nomor 02,” lanjutnya.

Apalagi salah satu program Prabowo – Gibran tentang makan siang gratis, sudah dibahas dalam pemerintahan Jokowi. Meskipun APBN tahun 2025 dibahas tahun 2024.

Untuk itu Sobari menyampaikan, model bangunan pemerintah 2024, diprediksi ada koalisi, namun juga ada opisisi. Jika ditemukan ada kecurangan dalam Pemilu, maka MK yang akan memutuskan. Ini sebagai bentuk democracy rule of law. “Di pemerintahan, perlu ada yang check and balance antara pemerintah yang menang dan kubu oposisi,” katanya.

Sementara itu, di acara yang sama, juga dihadirkan Prof. Dr. Muchamad Ali Safaat, SH., MH, sebagai narasumber.

Prof. Ali menjelaskan, proses pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu, belum usai. Masih ada beberapa tahapan setelah pemilihan. Termasuk,  kemungkinan perkara hukum apa saja yang bisa muncul.  “Setelah pemungutan suara, penghitungan suara mulai dari TPS di provinsi sampai nasional hingga ke KPU. Jika dalam kurun waktu tersebut terjadi perselisihan atau sengketa, maka akan menjadi wewenang MK,” katanya.

Ditambahkannya, jika tidak ada yang melaporkan terkait perselisihan atau sengketa pemilu, maka proses yang kemarin hanya dianggap sebagai dinamika atau pembelajaran politik saja.

Dalam kesempatan itu, Prof Ali juga menyinggung terkait hak angket. Hak penyelidikan dari dewan terhadap pelaksana UU termasuk kebijakan pemerintah. Bahkan, bisa dilanjutkan hak menyampaikan pendapat. Namun, masih melalui tahapan yang cukup panjang. (aji/mat)