20 Mei 2024

`

35 Tahun Mudji Utomo Jadi Relawan PMI, Tsunami Aceh Paling Berkesan

4 min read
Mbah tomo, Kasubsi PB PMI Kab Malang.
Mudji Utomo, Kasubsi PB PMI Kab Malang.

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Tidak sulit menjumpai Mbah Tomo. Jika ada bencana alam, hampir bisa dipastikan keberadaan Kepala Sub Seksi Penanggulangan Bencana Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Malang, Jawa Timur, Mudji Utomo  ada di lokasi bencana tersebut. Bahkan di kalangan relawan kemanusiaan, ada pameo yang berbunyi, di mana ada bencana alam, di situ  ada Mbah Tomo.

 

DITEMUI di ruang kerjanya sebagai Kepala Sub Seksi Penanggulangan Bencana Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (03/06/2018), pria yang murah senyum ini menuturkan sebagian pengalaman hidupnya sebagai relawan kemanusiaan yang tergabung dalam PMI.

“Menjadi relawan adalah panggilan jiwa. Saya memang ingin dimana ada bencana alam, saya ada untuk membantu. Bukan untuk kebanggaan. Bukan itu. Tapi bisa berbagi. Membantu sesama adalah kepuasaan batin tersendiri bagi saya,” kepada Mudji Utomo kepada  TABLOIDJAWATIMUR.COM.

 

bersama relawan PMI Kab Malang sewaktu turun menjadi relawan kemanusiaan pada bencana Tsunami Aceh.
Mudji Utomo bersama relawan PMI Kab Malang sewaktu turun menjadi relawan kemanusiaan pada bencana Tsunami Aceh 2004.
Mudji Utomo bersama relawan PMI Kab Malang sewaktu turun menjadi relawan kemanusiaan pada bencana Tsunami Aceh 2004.

Karena itu, meski mudah ditemui di daerah bencana atau di Markas PMI Kabupaten Malang, Jalan Raya Kebonagung, Pakisaji, pria yang menamatkan pendidikan di STMN (Sekolah Teknik Menengah Negeri) 1 Malang tahun 1980 ini, susah untuk ditemui di rumahnya, Kecamatan Pakis,  Kabupaten Malang.

Bergabung dengan PMI Kabupaten Malang sejak 1983 sampai sekarang, praktis sebagian waktunya dilewatkan bersama PMI. Bahkan,  jika terbit kerinduan kepada para cucunya, kakek bercucu enam ini tak jarang meminta para cucu tersayang untuk mendatanginya ke markas PMI Kebonagung, sekedar menuntaskan rasa  kangen. “Orang tuanya yang saya telepon, saya suruh ke sini bersama anaknya,”ujar Mudji Utomo sembari tertawa lepas.

“Lha bagaimana? Rumah saya kan di Pakis,  lumayan jauh dari sini. Sedang enak-enak di rumah, kemudian ada kejadian,  mau balik itu jadi malas. Makanya, lebih baik  menginap di posko saja,” imbuhnya.

Hebatnya, keluarga Mudji Utomo mendukung penuh totalitas pria paruh baya ini sebagai relawan PMI. Puterinya malah yang harus membawakan pakaian ganti dan mengambil pakaian kotor milik Mbah Tomo di markas PMI. “Keluarga saya sudah maklum dan mendukung penuh apa yang saya lakukan dengan menjadi relawan,” terangnya sambil tak lupa tertawa, ciri khasnya ketika bercerita.

Menjadi Kasubsi PB PMI Kabupaten Malang semenjak 1989 sampai sekarang dan belum pernah tergantikan, sejumlah pengalaman dan prestasi telah diukirnya bersama PMI Kabupaten Malang. Namun pria yang bertubuh tinggi besar ini mengaku,  selama menjadi relawan kemanusiaan, sewaktu turun di tsunami Aceh tahun 2004 itulah yang paling berkesan baginya.

Ombak dahsyat yang memporakporandakan Bumi Serambi Makkah dan menjadi bencana nasional, menurutnya adalah bencana paling besar yang pernah ditemuinya. “Turun di Aceh 2004 itu yang paling mendalam kesannya bagi saya. Benar-benar luar biasa keadaannya,” tuturnya menerawang.

Bersama 14 relawan PMI Kabupaten  Malang lainnya, Mudji Utomo, dengan membawa sejumlah peralatan dan mobil operasional,  berangkat menuju Calang, Kabupaten Aceh Jaya, dengan menumpang kapal perang milik TNI AL.

Sebagai tim relawan pertama yang turun di Calang, Mudji Utomo dan rekan PMI lainnya mendapati suasana yang benar-benar mencekam paska ombak setinggi 9 meter yang  meluluhlantakan daratan Aceh.

Amuk sang alam yang benar-benar di luar kuasa manusia sempat membuat hilang daya pikir dan nalar. ”Begitu sampai dan mendarat di Calang, kami hanya bisa tertegun, diam, melihat apa yang ada di depan kami. Tidak menyangka sebegitu parah keadannya,”cerita bapak lima orang putera ini.

Bahkan, sebelum mendirikan tenda untuk base camp, para relawan PMI Kabupaten Malang harus mengevakuasi tumpukan mayat. “Setelah bersih dari tumpukan mayat, baru bisa mendirikan tenda,” kenangnya.

Selama tiga minggu berjibaku melakukan evakuasi mayat korban tsunami, Mbah Tomo dan relawan kemanusiaan lainnya harus rela makan seadanya. “Cari garam aja susah. Jadi makan apa yang ada. Makan mie instan itu,”paparnya.

Sebagai tim pertama yang turun di Calang, Aceh Besar, PMI yang diketuai Dr. H. Rendra Kresna ini pun akhirnya menerima penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 26 Desember 2005.

Penghargaan diserahkan Presiden SBY, bertepatan Hari Relawan Nasional, di NAD (Nangroe Aceh Darusalam), dan diterima  Mudji Utomo sebagai perwakilan  PMI Kabupaten  Malang. “Saya hanya mewakil. Kebetulan yang ditunjuk  berangkat ke Aceh  saya,” katanya.

Menjadi relawan selama 35 tahun,  banyak pengalaman lain yang dirasakan oleh seorang Mudji Utomo. “Pernah dulu, sehabis menolong orang kecelakaan, saya selama berhari-hari dicari orang ke rumah, tapi tidak pernah ketemu. Ternyata orang tersebut adalah keluarga korban kecelakaan yang ingin berterima kasih,”ujarnya dengan terkekeh.

Bahkan pernah ada seseorang yang kesulitan sewaktu akan melahirkan meminta bantuan kepada PMI. Kebetulan yang bertugas untuk membawa ambulance adalah Mbah Tomo. “Belum sampai rumah sakit, ibu itu sudah melahirkan di dalam ambulance,”cerita laki-laki yang sebelumnya menjadi sopir truk di proyek ini.

Di PMI Kabupaten Malang, sebagai relawan senior, Mudji Utomo adalah sosok panutan bagi relawan lainnya. Dengan kemampuan melakukan evakuasi di berbagai medan, pria yang dikenal pemalu ini tak segan menularkan pengalaman dan ilmunya kepada yuniornya. “Sebagai Kasubsi PB, semua bidang harus menguasai, baik vertical resque maupun scuba resque,”terangnya.

“Mbah Tomo itu orangnya ngemong mas. Tidak pelit ilmu dan membimbing kepada relawan yang lain. Sebenarnya beliau itu orangnya pemalu, jarang mau tampil di depan,” beber Puji Handoyo, koleganya di PMI Kabupaten Malang.

Kepada para penerusnya, pria yang sudah menasbihkan hidupnya sebagai relawan kemanusiaan ini berpesan agar menjadi relawan kemanusiaan itu harus tanpa pamrih, tanpa melihat apa dan siapa yang ditolong.

“Harus  ikhlas ketika sudah memilih jadi relawan. Jangan untuk gagah-gagahan. Sekarang kita mungkin yang bisa menolong. Bisa jadi besok kita yang akan ditolong oleh orang lain. Hidup itu kan tidak tentu, segala sesuatunya sudah ada yang mengatur, tinggal kita menjalani dengan ikhlas saja,”pesan Mudji Utomo.

Sehat selalu  Mbah Tomo …  (diy)