19 April 2024

`

Pengacara Bupati Nganjuk Nilai Dakwaan Jaksa Kabur

3 min read

SURABAYA,TABLOIDJAWATIMUR.COM – Bupati Nganjuk (non aktif), Jawa Timur, Novi Rahman Hidhayat, melawan dakwaan jaksa. Perlawanan ini ia paparkan dalam nota eksepsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya, kemarin. Dia meminta hakim membatalkan dakwaan jaksa yang dianggap kabur dan tidak jelas.

 

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Surabaya, menggelar sidang dugaan tindak pidana korupsi terhadap Bupati Nganjuk non aktif, Novi Rahman Hidhayat.

 

DALAM nota eksepsi yang  dibacakan Kuasa Hukum Novi, Ade Dharma Maryanto, SH, tersebut, disebutkan,  ada beberapa hal yang dianggap membuat kabur dakwaan jaksa terhadap kliennya. Pertama, dalam dakwaan jaksa disebutkan soal uang Rp 672 juta yang ditemukan dalam brankas pribadi terdakwa. Ade menyebut, uang itu merupakan uang pribadinya sebagai pengusaha.

“Tidak ada larangan bagi terdakwa untuk menyimpan uangnya  dalam brankas. Apalagi selain bupati,  ia adalah pengusaha. Sehingga uang itu tidak dapat dijadikan bukti,” jelasnya.

Dalam dakwaan jaksa juga disebutkan, terdapat dua nominal uang yang dipermasalahkan. Uang pertama sebesar Rp 672,9 juta yang disita dari dalam brankas. Nominal kedua sebesar Rp 255 juta yang diberikan M Izza Muhtadin, ajudan bupati.

“Itu yang kita permasalahkan. Kenapa dalam dakwaan muncul dua nomimal. Yang pertama Rp 672,9 juta, yang kedua  Rp 255 juta. Ini yang tidak jelas. Padahal, uang yang disita total semua ada di brankas yang enam ratus sekian juta itu. Makanya dakwaannya kita anggap tidak jelas dan kabur,” kata Ari Hanz, kuasa hukum lainnya.

Hal kedua yang dianggap dakwaan jaksa  tidak jelas adalah  istilah yang digunakan. Menurut Ari Hanz,  istilah suap dan gratifikasi merupakan dua perbuatan yang berbeda. Tapi disusun dalam satu dakwaan. “JPU tidak konsisten dalam menyusun surat dakwaan, dalam hal ini terkait apakah terdakwa melakukan penyuapan atau gratifikasi,” ujarnya.

“Pengaturan suap dan gratifikasi  berbeda. Definisi maupun sanksinya juga beda. Hal ini tentu merugikan terdakwa untuk membela hak-haknya. Ini (perkara) suap atau gratifikasi. Ini tidak jelas,” tegasnya.

Termasuk soal copy paste pada dakwaan.  Ary  menyebut, jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaan.  Bahkan pada dakwaan kedua dalam perkara ini berbentuk alternatif. Namun tidak memenuhi patokan standar sebagai syarat sebuah surat dakwaan yang berbentuk alternatif.

“Surat dakwaan berbentuk alternatif adalah surat dakwaan yang menuduhkan dua tindak pidana atau lebih yang sifatnya alternatif atau saling mengecualikan antara satu dengan yang lain. Maka,  seharusnya pada uraian perbuatan pidana dalam setiap bentuk dakwaan tidak boleh sama. Dan jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaannya,” ungkapnya.

Sedangkan Ade Dharma Maryanto, SH, meminta pada hakim agar hakim membatalkan seluruh dakwaan jaksa serta meminta agar membebaskan terdakwa dari semua dakwaan. “Dakwaan kabur dan tidak jelas. Kita minta pada hakim agar membatalkan dakwaan serta membebaskan terdakwa dari semua dakwaan,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri  Nganjuk, Andie Wicaksono, SH, mengatakan, pihaknya akan membuat tanggapan  minggu depan. “Kita akan berikan tanggapan minggu depan,” katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk.

Dalam dakwaan yang dibacakan  JPU Andie Wicaksono, SH, terdakwa sebagai penyelenggara negara atau tepatnya sebagai Bupati Nganjuk dalam masa jabatan tahun 2018 – 2023,  didakwa menyalahgunakan kekuasaannya.
Terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa. (ang/mat)