30 Juni 2025

`

Sulit Dapatkan Bulu Entok, Ratusan Perajin Shuttlecock Terancam Gulung Tikar

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM Ratusan perajin shuttlecock di Kabupaten dan Kota Malang, Jawa Timur, terancam gulung tikar. Pasalnya, sejak enam bulan lalu, mereka kesulitan mendapatkan bulu entok yang menjadi bahan baku shuttlecock. Kalaupun ada, harganya mahal dan jumlahnya dibatasi. 

 

Para perajin shuttlecock kesulitan mendapatkan bulu entok.

 

Kepala Bidang Industri Non Agro pada kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang, Heri S Ganefo.

HAL INI disampaikan Kepala Bidang Industri Non Agro pada kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang, Heri S Ganefo, di sela-sela pembukaan Workshop Sistem Informasi Industri Nasional pada Sub Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Pengawasan Perizinan di Bidang Industri Dalam Lingkup IUI, IPUI, IUKI,  dan IPKI Kewenangan Kabupaten/Kota, di Hotel Regent Park,  Malang, Jawa Timur, Rabu (10/11/2021) pagi.

Di Kabupaten dan Kota Malang, ada 150 – 200 perajin shuttlecock. Khusus di Kabupaten Malang saja, ada sekitar 140 perajin, menyebar mulai dari Kecamatan Lawang, Singosari, Karangploso, Pakis, Pakisaji, dan Kepanjen. Rata-rata, setiap perajin mampu menyerap 5 orang tenaga kerja.

Juri, salah seorang perajin shuttlecock di Singosari, Kabupaten  Malang, Jawa Timur

“Namun sejak 6 bulan lalu, mereka kesulitan mendapatkan bulu entok yang menjadi bahan utama shuttlecock. Kalaupun ada, harganya mahal. Dalam kondisi normal, harga bulu entok hanya Rp 325.000/kg jenis HF.  Dengan harga segini, cock (shuttlecock) masih bisa dijual  dengan harga Rp 65.000/slop di tingkat toko (pengecer).  Namun sekarang, harga bulu entok mencapai Rp 450.000/kg, sehingga harga eceran cock di toko pun naik menjadi Rp 90.000/slop,”  kata Heri S Ganefo.

Ganefo —panggilan akrab Heri S Ganefi— menambahkan, tidak hanya mahal. Bulu entok pun sekarang makin langka. “Sejak 6 bulan lalu, perajin kesulitan mendapatkan bulu entok. Kalaupun ada, jumlahnya terbatas. Sehingga produk cock pun menurun drastis. Bahkan ada beberapa perajin cock yang akhirnya tidak produksi sama sekali karena tidak ada bahan baku,” tandasnya.

Padahal, masih kata Ganefo yang juga punya usaha sampingan sebagai perajin cock ini, dalam kondisi normal, dirinya bisa menghasilkan 20 karton (1.200 slop) cock per minggu. Namun, sekarang produksinya tinggal 8 karton per minggu. “Akibatnya, banyak pelanggan kami di beberapa daerah di Indonesia, menjerit karena stoknya menipis. Mereka terus minta kiriman, tapi apa yang mau dikirim la wong barangnya tidak ada,” tegasnya.  (iko/mat)