5 Juli 2025

`

Polri Harus Jalankan Prinsip Kebenaran dan Transparansi

3 min read
Maulina Pia Wulandari, PhD.

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J oleh Irjen FS, terus bergulir. Banyak spekulasi liar bergulir, mulai isu skandal perselingkuhan hingga sarang mafia. 

 

MENANGGAPI hal tersebut, Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, Maulina Pia Wulandari, PhD, menyarankan para Polisi harus kembali menjalankan prinsip kebenaran dan transparansi.

Menurutnya, manajemen isu dan krisis bukan hanya fokus pada penyampaian informasi kepada publik dan strategi respons atas krisis yang terjadi, tetapi juga harus berbasis pada etika public relations,  yaitu transparansi dan kebenaran. Ini seharusnya seiring sejalan dengan tagline Polri:  Presisi dan Transparan,” kata Maulina Pia Wulandari, Jumat (19/08/2022) siang.

Lebih lanjut, Pia menjelaskan, sejak awal Polri telah melanggar kode etik public relations yang paling mendasar, yakni public relations tidak boleh berbohong. “Saat pertama kali kasus ini diumumkan ke publik, baik sengaja atau tidak sengaja, banyak kebohongan yang disampaikan kepada publik,” ujarnya.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UB ini mempertanyakan komposisi tim manajemen krisis di tubuh Polri,  terutama dalam menghadapi kasus ini. Dijelaskannya, tim manajemen krisis adalah sekumpulan orang dari berbagai departemen yang tujuannya untuk memutuskan arah kebijakan dan strategi organisasi dalam mengatasi krisis secara akurat dan tepat. “Tim manajemen krisis bisa diketuai oleh kepala departemen yang terkait dengan sumber dan penyebab krisis hingga langsung diketuai  CEO,” paparnya.

Dalam kasus ini, seharusnya semua departemen di dalam tubuh Polri terlibat dalam tim manajemen krisis,  termasuk pula jajaran pimpinan di tubuh Polri yang diketuai langsung kapolri.

Alumni doktoral di The University of Newcastle ini menyayangkan penanganan krisis pertama yang dilakukan dengan kebohongan, karena Polri sangat gegabah dan tidak melakukan check and re-check secara teliti.  “Polri terlalu percaya begitu saja pada FS dan telah bertindak subyektif,  karena adanya pengaruh kuasa seorang Kadiv Propam yang nota bene adalah polisinya polisi,” tegasnya.

Dari apa yang terjadi, tim manajemen krisis Polri kecolongan dan kini justru menggunakan alasan bahwa kapolri dan seluruh staf menjadi korban kebohongan skenario FS. Untuk itu, berkaca pada yang sudah terjadi, Pia berharap Polri mampu mengelola krisis ini dengan sangat serius. Sebab, kepercayaan publik yang manjadi taruhannya.

Jika Polri tidak transparan, lambat, dan tidak profesional dalam menangani krisis ini, maka masyarakat akan semakin sulit menaruh kepercayaan kepada Polri. Jika seperti ini, menurutnya akan memicu kepatuhan masyarakat yang menurun. Bahkan, bisa saja keadilan jalanan akan merebak dan pada akhirnya negara ini menjadi sebuah negara yang gagal.

Dia menandaskan, merebut kepercayaan publik sangat sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain itu, hal itu juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Usaha yang konsisten serta kemauan politik yang tinggi dari seluruh elemen di tubuh Polri pun harus dilakukan.

“Polri ini institusi yang kadang dibenci tapi juga dicintai  masyarakat. Dicintai saat mereka mampu menegakkan hukum tanpa tebang pilih, melindungi masyarakat,  dan melayani masyarakat dengan baik. Dan negeri ini masih butuh Polri,” paparnya.

Diharapkan, Polri tidak hanya fokus pada informasi yang disampaikan, tapi juga tindakan nyata untuk mengatasi krisis, karena akan menunjukkan bagaimana krisis ditangani, diselesaikan, dan diantisipasi dampaknya,  terutama dampak pada reputasi Polri.

Pia juga menyampaikan, jika krisis ini bisa menimbulkan kehancuran organisasi dan juga dapat memberikan kesempatan (opportunity) kepada organisasi ke arah perbaikan. “Reputasi Polri yang mulai membaik memang hancur karena kasus ini. Tapi Polri punya sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan,  yaitu pembenahan menyeluruh di tubuh Polri secara besar-besaran,” pungkasnya. (div/mat)