1 Juli 2025

`

Polisi Belum Temukan Tindak Pidana Kasus Kelainan Sex Mukena

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Polisi Kota Malang belum menemukan unsur pidana dalam kasus fetish (kelainan sexual) mukena dengan terlapor DA. Jika nantinya tidak ditemukan tindak pidana, bisa saja penyelidikan dihentikan. Namun sejauh ini Polisi masih terus mendalami kasus ini. Apalagi terlapor cukup kooperatif dalam memberikan keterangan.

 

Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Riambodo menggelar press release kepada sejumlah media di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (20/09/2021), membeberkan hasil penyelidikan kasus fetish (kelainan sexual) mukena.

 

HAL INI disampaikan Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Riambodo, saat menggelar press release kepada sejumlah media di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (20/09/2021). Dalam acara ini, Polisi membeberkan hasil penyelidikan kasus fetish (kelainan sexual) mukena.

Kompol Tinton Riambodo menjelaskan, penyelidikan dilakukan dengan meminta keterangan dari sejumlah pihak, mulai korban (pelapor), terlapor, ahli komunikasi dan informatika, ahli bahasa, hingga psikolog. “Sejumlah keterangan sudah kami dapatkan. Dari korban yang mengadu, hingga pelaku. Bahkan alhli bahasa hingga psikolog. Hasilnya, hingga saat ini belum ditemukan unsur pidana dalam kasus ini,” terangnya.

Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Riambodo menambahkan, penyelidikan dimulai dari pengaduan para model yang juga mahasiswi. Dugaannya, teradu (DA), melakukan endorse foto (penjualan mukena) di online shop. Namun foto tidak dipasang di online shop, namun malah membagikan di followers di akun twiter. “Hasil penyelidikan, tindakan DA belum masuk dalam kategori atau distribusi kesusilaan,” ujarnya.

Sejumlah tanggapan atau komentar di grop selfy mukena, adalah akun yang bersifat terbuka, sehingga siapa saja bisa mengupload dan komen. “Kesimpulan sementara, belum masuk dalam tindak pidana maupun pelanggaran ITE. Jika nantinya tidak ditemukan pidananya, bisa saja penyelidikan dihentikan. Namun demikian tetap masih kami dalami,’ lanjutnya.

Psikolog, Sayekti Pribadiningtyas, yang hadir saat press release menjelaskan, yang bersangkutan (DA) sudah termasuk kategori gangguan fetisisme mukena (kelainan sex) yang sudah diidap sejak kelas 4 SD. “Menurut standar kami, kategori gangguan adalah sekurang- kurangnya dilakukan selama 6 bulan inten dalam satu obyek,” katanya.

Sayekti menambahkan, hasrat sex DA dilakukan lewat mukena, setiap hari dalam fetisnya. DA tidak mampu menahan hasrat sex, lebih khusus pada mukena berbahan kain satin. Kelainan sexual ini sering terjadi pada pria terhadap sebuah benda. “Ia tidak tertarik pada perempuan, terutama pada bagian sensitif, yang bersifat genital. Payudara, vagina, pinggul, dan lainnya. Namun bisa pada bagian tubuh yang diamputasi, seperti jempol jari misalnya,” lanjutnya.

Menurut Sayekti, hal ini bisa diakibatkan karena kurang percaya diri, keraguan maskulinitas, ketakutan penolakan penghinaan, bullying, dan lainmya. “Salah satu solusinya adalah dengan cara terapi, instropeksi. Namun hal itu juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Saat SD sebenarnya sudah pernah dibawa ke psikolog, namun nampaknya tidak dilakukan secara inten,” pungkasnya. (aji/mat)