Malang Selatan Rawan Bencana, Masyarakat Diajari 10 – 20 – 20
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Pesisir selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, termasuk wilayah rawan gempa bumi dan tsunami. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, bersama Badan Meteorologi, Geofisika, dan Kilmatologi (BMKG) sudah sering menggelar sosialisasi cara menghadapi bencana alam. Salah satunya menerapkan 10-20-20.

MUSRIPAN, Kepala BMKG Malang mengatakan, simulasi ini untuk mengedukasi masyarakat yang berada di wilayah pesisir selatan. Apabila terjadi gempa bumi yang berpusat di perairan laut selatan, ada waktu bagi masyarakat untuk menghindar atau menyelamatkan diri. “Waktunya kurang dari 1 menit,” katanya, Sabtu (26/09/2020) siang.

Musripan menjelaskan, pihaknya mengajarkan 10 – 20 – 20 kepada masyarakat. “Jadi, ketika terjadi gempa, masyarakat dihimbau agar pada 10 detik pertama, segera berlari. Setelah itu ada waktu 20 menit untuk mencari tempat lebih tinggi. Selanjutnya segera mencari ketinggian minimal 20 meter dari permukaan tanah. Ini maksud dari 10 – 20 – 20,” jelasnya.
Terpisah, Sekretaris BPBD Kabupaten Malang, Bagyo Setiono mengaku, mitigasi yang diterapkan memang agak berbeda. Hal itu sebagai upaya dini apabila terjadi bencana sehingga tak menimbulkan korban dari masyarakat. “Memang, umumnya 20 – 20 – 20. Tapi kita terapkan 10 – 20 – 20 sebagai upaya menyelamatkan diri dari bencana,” jelasnya.
Bagyo menjelaskan, wilayah pesisir Malang selatan telah dilengkapi peralatan canggih untuk mendeteksi dini gempa bumi. Alat bernama Warning Receiver System (WRS) new generation dipasang di beberapa tempat. “Kami punya WRS new generation di kantor BMKG, kantor bupati, serta BPBD. Semuanya bisa mempercepat informasi. Apabila terjadi gempa berpotensi tsunami, akan diteruskan ke wilayah pesisir yang dilengkapi sirene,” terangnya.
Bagyo mengatakan, sepanjang pesisir selatan Kabupaten Malang, mulai Kecamatan Ampelgading sampai Kecamatan Donomulyo di ujung barat, tidak banyak penduduk yang menetap. Mayoritas mendirikan bangunan untuk menjalankan usaha. “Yang menetap hanya di Sendangbiru (Kecamatan Sumbermanjing Wetan) dan Lebakharjo (Kecamatan Ampelgading). Itu saja tidak banyak. Jadi di wilayah pesisir Malang selatan tidak ada hunian masyarakat secara permanen,” jelasnya.
Meski begitu, upaya mitigasi terus dilakukan. Karena Malang selatan pernah terimbas tsunami yang terjadi di Pancer, Banyuwangi, pada 1994 lalu. “Pada tahun 1994 lalu, satu dusun di wilayah Tamban terimbas tsunami Pancer, Banyuwangi. Dari pengalaman itu kita terus melakukan mitigasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk kesiapan menghadapi bencana,” pungkas Bagyo. (div/mat)