Dosen UM Latih Pokdarwis Kampoeng Heritage Kajoetangan
3 min read
MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Jika Kabupaten Malang memiliki ikon Topeng Panji, maka Kota Malang terkenal dengan kawasan bangunan heritage yang masih terjaga keasliannya. Selain bangunan heritage di wilayah Ijen, terdapat pula bangunan heritage yang berada di wilayah Kayutangan yang banyak dikunjungi wisatawan sebelum pandemi COVID-19.

MEMANG, sejarah Kota Malang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kawasan Kayutangan. Pada era kolonial Belanda, kawasan ini menjadi pusat bisnis, yang hingga sekarang masih bertahan. Letaknya tepat di jantung Kota Malang, dekat dengan Alun-alun. Banyak bangunan peninggalan Belanda yang tetap dipertahankan bentuk aslinya.

Di antara bangunan-bangunan heritage tersebut, terdapat sebuah kampung yang terletak di dalam sebuah gang di Jalan Jenderal Basuki Rachmat Gg. VI, Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur. Kampung ini adalah salah satu desa wisata bernama Kampoeng Heritage Kajoetangan. Di dalam kampung ini, budaya Indische, eksistensinya masih dapat dirasakan dan dipelajari, artefaknya yang berbentuk rumah turun- temurun dari generasi ke generasi juga masih dijaga keasliannya.
Di Kampoeng Heritage Kajoetangan terdapat spot-spot andalan, seperti kuliner lawasan. Spot ini sering disinggahi wisatawan ketika melepas lelah setelah berjalan mengelilingi perkampungan, seperti Rumah Mbah Ndut dan Omah Dawet Ireng. Di lokasi spot kuliner ini, selain membeli makanan dan minuman, wisatawan juga dapat menikmati suasana kampung sambil beristirahat.
Untuk mendukung branding Indische pada spot kuliner ini, Dosen Universitas Negeri Malang —saat melakukan pengabdian kepada masyarakat yang didanai oleh LP2M UM melalui PNBP—- melakukan pelatihan pembuatan perlengkapan spot-spot kuliner dengan motif batik lukis Belanda (1840-1940) berbahan enamel.
Tim pengabdi yang diketuai Lisa Sidyawati, S.Pd., M.Pd. (Jurusan Seni dan Desain) bersama Agus Purnomo, S.Pd., M.Pd (Jurusan Pendidikan Geografi) dan Abdul Rahman Prasetyo, S.Pd., M.Pd (Jurusan Seni dan Desain) memberikan pelatihan pada Pokdarwis Kajoetangan untuk memperoleh keterampilan membuat produk sendiri. “Produknya terbuat dari bahan enamel, yaitu logam yang dilapisi keramik tipis yang terdiri dari teko, mug, cangkir, piring dan nampan yang selanjutnya dibubuhi motif batik Belanda yang telah didesain di komputer. Motif-motif batik ini diprint di plastik stiker khusus yang tahan air, selanjutnya ditempel dan dipanaskan menggunakan oven atau hairdryer,” kata Lisa Sidyawati, S.Pd., M.Pd., belum lama ini.
Lisa Sidyawati, menjelaskan, batik Belanda adalah salah satu jenis batik bermotif orang-orang beserta kegiatannya, bahkan ada yang bermotif dongeng (fairytale), seperti Sleeping Beauty, Snow White, Little Red Riding Hood. “Motif ini pertama kali dibuat oleh wanita Belanda pada masa penjajahan di pulau Jawa pada tahun 1840-1940 bernama Von Franquemont. Batik Belanda desain Von Franquemont ini banyak ditiru pengusaha lainnya. Von Franquemont mengambil figur-figur dan atribut atribut dari berbagai dongeng Eropa,” terangnya.
Lisa Sidyawati melanjutkan, di Jawa, Von Franquemont menggantinya dengan suatu figur mitologis dalam cerita wayang dan ceria hantu. “Batik Belanda adalah salah satu aset perjalanan sejarah perbatikan di Indonesia yang merupakan akulturasi antara budaya Eropa dan Indonesia. Ini terlihat dari warna yang digunakan diambil dari warna batik pesisir,” jelasnya.
Produk pelatihan ini memiliki dua muatan, yaitu muatan edukasi dan branding. “Muatan edukasinya adalah pengenalan batik Belanda kepada generasi muda sebagai salah satu aset sejarah perbatikan di Indonesia yang sekarang disimpan di Museum Danar Hadi, Surakarta. Kedua, muatan branding yaitu spot-spot wisata kuliner dapat menciptakan identitas dan suasana Indische untuk melengkapi konsep besar Kampoeng Heritage Kajeotangan agar lebih dinikmati oleh wisatwan dan lebih banyak pengunjung pasca pandemi,” katanya. (div/mat)