1 Juli 2025

`

Sidang Penipuan Tambang : Terdakwa Akui Gunakan Dana di Luar RAB

3 min read

SURABAYA, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang perkara penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan senilai Rp 20,5 miliar, Selasa (06/04/2021) siang. Sidang kali ini mendengarkan keterangan terdakwa (Christian Halim).

 

Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang perkara penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan senilai Rp 20,5 miliar, Selasa (06/04/2021) siang.

 

DALAM persidangan yang diketuai Majelis Hakim, Ni Made Purnami, SH ini, terdakwa mengakui bahwa dirinya mempergunakan dana milik pelapor untuk kebutuhan di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek infrastruktur yang sebelumnya sudah disepakati.

“Saat pengerjaan, saya menghadapi 10 kali kendala di lapangan. Setiap kendala tersebut membutuhkan dana penyelesaian yang saya ambilkan dari RAB. Total dana yang saya gunakan  untuk menyelesaikan 10 kendala tersebut sekira Rp 1 miliar. Salah satunya untuk proses pembersihan lahan dan uang jaminan pemegang IUP,” terang terdakwa menjawab pertanyaan Tim Penasehat Hukum (PH)-nya, Selasa (06/04/2021).

Terdakwa juga menyatakan sempat melakukan upaya audit mandiri guna menjawab tudingan pemberi modal yang mengatakan bahwa nominal harga yang ditentukan terdakwa tersebut terlalu besar dari harga  pasaran. Namun, terdakwa mengakui bahwa untuk mendukung hasil auditnya tersebut, ia tidak pernah menyerahkan bukti pengeluaran kepada pelapor maupun Gentha. Baik itu berupa invoice pembelian material atau laporan lainnya. “Tidak sempat, karena waktunya tidak cukup, karena saya sudah terlanjur dilaporkan ke Polisi,” katanya.

Disinggung soal pengakuannya yang sudah berpengalaman di bidang tambang, terungkap bahwa proyek di Morowali,  Sulawesi Tengah tersebut, merupakan proyek pertama, setelah PT MPM didirikan pada Juli 2019. Sedangkan, proyek yang saat ini disoal, dikerjakan pada Oktober 2019.

Selain itu, terdakwa juga mengakui adanya target hasil tambang sebesar 100.000 metrik/ton yang dituangkan dalam kesepakatan antar pihak. Namun, terdakwa menilai bahwa hal itu bukan menjadi kewajiban yang harus didapatkannya, namun  hanya menjadi tujuan hasil. “Walaupun kenyataannya tidak mampu, tapi tidak ada pinalti,” katanya lagi.

Soal Hance Wongkar, terdakwa mengaku kantornya satu gedung dengan kantor milik Hance Wongkar. Ia mengaku masih ada hubungan keluarga. “Ada, tapi saya tidak pernah menyampaikan secara langsung Hance Wongkar adalah keluarga saya. Mungkin mereka yang mempersepsikan,” aku terdakwa.

Usai sidang,  Jaksa Penuntut Umum (JPU)  dari Kejati Jatim, Novan B Arianto, SH, mengatakan, pada awal sidang, terdakwa telah mencabut seluruh keterangan yang pernah disampaikan dalam Berkas Pemeriksaan Perkara (BAP) kepolisian. “Pengakuan terdakwa terkait penggunaan dana di luar peruntukan RAB yang sebelumnya telah ditentukan, sehingga dampaknya membuat proyek infrastruktur tersebut tidak bisa terselesaikan,  sehingga menjadi persoalan,” jelasnya.

Ulah terdakwa tersebut dinilai telah memenuhi unsur dalam pasal 368 KUHPidana yang dijeratkan. “Menjadi bagian keadaan palsu dari unsur penipuan. Bahkan bisa juga diformulasikan sebagai bagian dari tindak pidana penggelapan, karena ia menerima dana tapi tidak digunakan sebagaimana mestinya alias di luar ketentuan,” urai jaksa.

Disinggung soal pengakuan terdakwa bahwa hal itu ia lakukan karena desakan dari pelapor dan Gentha untuk segera mendapatkan hasil tambang?  Novan  menegaskan,  jawaban tersebut merupakan jawaban sepihak dari terdakwa.  “Karena terdakwa sendiri tidak pernah mengajukan saksi meringankan guna mendukung peryataannya tersebut. Justru sebaliknya, saksi yang diajukan Penuntut Umum seluruhnya memberatkan posisi terdakwa. Untuk itu kami berkesimpulan semua pasal yang kami dakwakan unsur-unsurnya terpenuhi,” ungkap Novan.

Terpisah, Malvin Lim, penasehat hukum terdakwa mengakui bahwa keterangan terdakwa menurut KUHAP memang tidak ada nilainya. “Terdakwa berbohong pun boleh. Namun keterangan terdakwa juga penting, karena menurut pasal 184,  keterangan terdakwa merupakan sebagai satu alat bukti. Apa yang disampaikan terdakwa dalam persidangan,  biar majelis hakim yang menilai ada persesuaian tidak dengan keterangan saksi-saksi yang lain,”terangnya.

Seperti dalam dakwaan,  Christian Halim (terdakwa) menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan biji nikel  di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia,  Kabupaten Morowali,  Sulawesi Tengah.

Kepada pelapor/pemodal (Christeven Mergonoto), dan Pangestu Hari Kosasih (saksi), terdakwa menjanjikan akan  menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulan, dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.

Dana sebesar Rp 20,5 miliar yang diminta terdakwa telah dikucurkan. Namun terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya. Bahkan menurut perhitungan ahli ITS, terdapat selisih anggaran sebesar Rp 9,3 miliar terhadap hasil proyek yang dikerjakan terdakwa.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sidang dilanjutkan Kamis (8/4/2021) mendatang, dengan agenda pembacaan berkas tuntutan oleh JPU. (ang/mat)