Pemilu 2024 : Media dan Partisipasi Gen Z
3 min read*Oleh : Muhamad Alsafik Ruhunussa,
Mahasiswa FISIP Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang
Berbicara tentang isu Pemilu 2024 yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024, sangat menarik karena akan banyak partisipasi pemilih yang memerlukan sinergi dan kolaborasi yang kuat antar kementerian dan lembaga terkait. Selain itu juga harus terjaminnya hak pilih masyarakat dan pendidikan politik di ruang digital, seperti media sosial dan lain-lain.

BEGITU juga dengan etika/moralitas terkait kebijakan pemerintah yang bersinggungan dengan Pemilu 2024, pelanggaran HAM dan yang lainnya. Bebrapa catatan ini penting dalam kaitannya dengan outlook 2023. Di sini media sosial juga berperan penting dalam menyebarkan dan mempengaruhi isu pemilu ini dengan cara memberikan sosialisasi dan strategi politik, karena efisiensi penggunaan biaya yang rendah serta memiliki akses yang tidak terbatas waktunya.
Pesta Pemilu 2024 ini akan melibatkan seluruh penduduk Indonesia dengan jumlah yang tak terhingga dari setiap generasi ke generasi. Momentum ini juga sebagai suatu urgensi demokrasi politik yang sistematik dan terstruktur dengan tujuan untuk melaksanakan kedaulatan serta kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan perundang-undangan.
Jumlah penduduk menurut data kemendagri menyampaikan, penduduk potensial pemilih (DP4) untuk Pemilu 2024 sebanyak 206.689.516 penduduk, sedangkan untuk pilkada serentak 2024 sebanyak 210.505.493 penduduk. Dari data ini, penduduk yang lebih dominan dikuasai oleh generasi-generasi milenial dan generasi z.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, sekitar 27.94 % di dalam negeri berasal dari generasi kelahiran 1997-2012. Generasi kelahiran kisaran tahun ini adalah generasi Z.
Kementeraian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mencatat, jumlah penduduk generasi Z yang berusia 10-24 tahun sebanyak 68.662.812 jiwa. Pemilih Gen Z dengan pemilih millennial jumlahnya sebanyak 545.155 jiwa atau sekitar 32,1 %.
Dari berbagai data di atas sudah bisa kita simpulkan bahwa generasi Z akan mendominasi Pemilu 2024 nanti. Tetapi yang perlu kita garis bawahi adalah jangan sampai kita melihat gen z dan millennial ini sebagai angka saja. Harus disertai dengan pendidikan politik dan diberikan pondasi supaya nantinya demokrasi negara Indonesia semakin berkualitas.
SIkap dan Analisis Respondip Dari Gen Z Terhadap Pemilu
Apakah mayoritas gen z bisa menanggapi dan merespons isu pemilu ini dengan bijak? Walaupun mereka tumbuh dan berkembang dengan kemajuan teknologi dan banyak media.
Berbagai macam media tidak selalu membawa arus positif, tetapi arus negatif juga mengalir, mulai dari dampak buruk globalisasi sampai isu-isu yang tidak faktual yang cuma mengadudomba pihak-pihak yang terjerat dalam isu itu.
Karena media sosial dan teknologi seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lain-lain banyak adu argumen yang dipergunakan oleh banyak pihak dalam membahas suatu permasalahan yang disebarluaskan dengan memanfaatkan media sosial.
Hal ini memunculkan pernyataan bahwa pengaruh media sosial menjadi tantangan buat parpol dan KPU dalam membentuk pola komunikasi dalam mensosialisasikan Pemilu 2024.
Parpol dan KPU harus menyampaikan informasi pemilu kepada pemilih untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran pemilih tentang pemilu secara berkelanjutan. KPU memiliki kewajiban mencerdaskan pemilih dan meningkatkan partisipasi masyarakat, khusunya generasi Z dengan cara menggelar millenial dan Gen Z conference agar mereka tidak apatis dan melek pemilu.
Solusi ini sangat penting untuk memastikan partisipasi mereka di dalam Pemilu 2024 bisa optimal. Partisipasi media dan Gen Z ini akan menjadi suatu acuan untuk menghasilkan pemilu yang berkualitas dan berpengetahuan luas. Pemilu yang sifatnya demokratis akan berhasil ketika ada partisipasi masyarakat. Karena demokrasi akan tumbuh dan hidup di negara yang partisipasinya memiliki populasi dan komposisi yang sangat luas dan terbuka akan segala informasi dengan memanfaatkan teknologi sebagai media penyebaran informasi.
Jadi pengaruh media itu sangat berdampak sekali untuk mayoritas generasi Z, karena generasi Z memang terpaku dengan penggunaan teknologi dan media. Seharusnya adanya komunikasi politik dari parpol dan negara bisa mengajak dan mengedukasi generasi Z dalam berpolitik.
Jadi parpol juga harus menciptakan suasana yang kondusif dalam proses pemilu/politik di setiap media demi terjaganya persatuan dan kesatuan. Begitu juga pemerintah, seharusnya mengedukasi anak- anak muda milenial dan Gen Z dalam beretika politik dalam jejaring media sosial agar tidak sembarangan menyebarkan informasi yang tidak faktual yang berdampak memicu kericuhan.
Apalagi Gen Z ini sangat individualistis dan tidak fokus terhadap satu hal. Jadi campur tangan negara, KPU, dan parpol dalam mempengaruhi Gen Z dalam berpolitik menurut saya sangat diharuskan agar kebiasaan Gen Z ini bisa hilang. Dan, kedepan bisa sampai ke generasi milenial dan generasi z selanjutnya agar hal ini bisa menjadi contoh yang baik. (*)