Dampak COVID, Kiriman Uang TKW Terlambat
3 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Pandemi COVID-19 berdampak kurang baik di semua sektor, salah satunya terjadi perlambatan pengiriman uang dari para TKW ke Malang, Jawa Timur. Ini terjadi karena pemberian gaji sejumlah pekerja migran tertunda, sehingga tidak dapat mengirim uang bagi keluarganya.

TIDAK HANYA itu. Menurut peneliti Universitas Brawijaya (UB), yaitu Faishal Aminuddin, Saseendran Pallikadavath, Sujarwoto, Keppi Sukesi, dan Henny Rosalinda, banyak juga pekerja migran yang kehilangan pekerjaan, sehingga tidak dapat mengirim uang bagi keluarga mereka di Indonesia.
“Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan pekerja migran di luar negeri dan keluarga mereka di Indonesia selama pandemi COVID-19,” kata salah satu anggota peneliti, Keppi Sukesi.
Dia menambahkan, dalam hal ini, timnya melakukan penelitian di Desa Sukowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang. Desa ini merupakan salah satu daerah yang banyak mengirimkan pekerja migran ke luar negeri.
Para pekerja migran itu umumnya bekerja di Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan Arab Saudi. Mereka bekerja di sektor domestik, seperti asisten rumah tangga atau pekerja pabrik.
Sejak terjadinya pandemi, banyak di antara mereka yang menghadapi permasalahan ekonomi dan berakibat pada tersendatnya pengiriman uang ke keluarga mereka di Indonesia.
“Para pekerja migran umumnya menghadapi masalah, seperti terlambatnya pembayaran gaji dan diberhentikan dari pekerjaan bagi mereka yang bekerja di pabrik. Akibatnya, mereka tidak bisa mengirim uang kepada keluarga mereka di Indonesia selama beberapa bulan. Tidak hanya itu, beberapa dari mereka juga menghadapi permasalahan psikologis akibat takut terpapar virus atau tidak bisa kembali ke Indonesia,” kata Prof. Keppi.
Anggota peneliti lain, Sujarwoto menjelaskan, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 605 rumah tangga dengan 1.926 anggota rumah tangga keluarga migran di Kabupaten Malang, semua mengalami permasalahan sosial ekonomi serta merasakan kekhawatiran terhadap keluarga mereka akibat pandemi COVID-19.
“Pada umumnya, keluarga pekerja migran merupakan warga yang berada pada kelas sosial menengah ke bawah, yang bergantung pada keluarga mereka yang bekerja sebagai pekerja migran. Sehingga, saat pekerja migran mengalami kendala terkait pengiriman gaji kepada keluarga mereka di Indonesia, para keluarga migran juga terkena dampak secara langsung,” kata Sujarwoto.
Tidak hanya itu, isu-isu seperti pengadaan sekolah daring selama pandemi, juga memunculkan permasalahan tersendiri bagi keluarga migran.
Banyak dari anak-anak pekerja migran yang kesulitan sekolah akibat tidak memiliki akses jaringan internet. Meskipun pemerintah telah memberikan bantuan sosial berupa bahan pangan dan kuota internet bagi pelajar, akan tetapi di beberapa wilayah, persebaran pemberian bantuan masih belum merata. Sehingga keluarga migran yang belum memperoleh bantuan dari pemerintah harus hutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam hal kesehatan, para pekerja migran juga mengaku tidak pernah memperoleh bantuan kesehatan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan kondisi kesehatan pekerja migran yang ada di luar negeri. Demikian juga keluarga yang ditinggalkan, pada umumnya bekerja sebagai petani yang tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan (BPJS).
Penelitian ini dilakukan bekerjasama dengan Portsmouth University Inggris yang bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi sosio ekonomi dan kesehatan para pekerja migran dan keluarga yang ditinggalkan, khususnya selama pandemi. “Dalam riset ini kami ingin melihat masalah apa saja yang muncul dan bagaimana kebijakan yang telah atau sebaiknya dilakukan oleh pemerintah,” kata Prof. Keppy. (div/mat)