Haul Gus Dur, Unisma Gelar Wayang Kulit
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Universitas Islam Malang (Unisma), Jawa Timur, menggelar Pagelaran Wayang Kulit Kebangsaan dalam rangka memperingati haul Gus Dur ke-12, tasyakuran Muktamar NU ke-34 yang berjalan aman dan damai, sekaligus Road To Dies Natalies Unisma ke-42 tahun, Sabtu (29/01/2022) malam di kampus setempat.

REKTOR Unisma, Prof. Dr. Maskuri, MSi, menjelaskan, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi sosok penting bagi insan Nahdlatul Ulama (NU). Pemikiran yang dihasilkannya selalu menginspirasi dan dijadikan panutan meski sosoknya telah tiada.
Sementara Muktamar NU ke-34 di Lampung beberapa waktu lalu, telah berjalan aman dan damai hingga sampai saat ini tidak ada riak-riak yang berarti. “Harus dipahami bahwa Unisma adalah salah satu PTNU terbaik tingkat nasional. Maka kita pun memberikan apresiasi (untuk NU) yang luar biasa,” kata Prof. Dr. Maskuri, MSi.

Maskuri menjelaskan, wayang kulit kebangsaan ini digelar untuk melestarikan seni budaya yang dimiliki nusantara. Sebab, kebudayaan wayangan ini juga tidak terlepas dari peran penting Wali Songo yang berdakwah menggunakan media seni budaya.
“Unisma sudah tiga kali menggelar wayang kulit di kampus. Sebelumnya ada Dalang Ki Kentus. Sekarang kita mengundang dalang muda fenomenal, Ki Ardhi Poerboantono,” ujarnya.
Dalam pagelaran wayang ini terdapat pesan-pesan moral, terkait moral kebangsaan, cinta tanah air, membangun ekonomi, membangun budaya, membangun peradaban, menjaga kesehatan hingga pesan moral terkait perkembangan teknologi informasi yang sudah mengarah ke society 4.0.
Selain itu, Unisma juga memberikan atensi khusus kepada pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas Mars Syubbanul Wathon dan Sholawat Badar yang akan diserahkan kepada keluarga pencipta. “Unisma telah mengurus HAKI Syubbanul Wathon dan Sholawat Badar. Meskipun digunakan secara nasional, bahkan internasional, tapi hak ciptanya diuruskan oleh Unisma,” jelas Maskuri.
Dia menambahkan, spirit yang diusung Unisma saat ini di antaranya adalah semangat perubahan. Bagaimana teknologi informasi harus dikendalikan oleh manusia, bukan malah sebaliknya. “Jangan jadi budak teknologi informasi. Kita yang harus mengendalikannya,” pungkasnya. (div/mat)