Site icon `

Mahasiswa FPUB 2025 Latih Ibu-ibu PKK Bokor Buat Desain Kemasan Tempe Jagung

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Program yang dilaksanakan para mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FPUB) yang menggelar Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2025 di Desa Bokor, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, cukup banyak dan beragam. Tidak hanya mengadakan pelatihan membuat tempe berbahan baku jagung, tapi juga menggelar pelatihan membuat desain kemasan tempe jagung.

 

Peserta bersama Tim KKN FP UB 2025

 

SALAH seorang mahasiswa yang terlibat dalam program itu, Agung Senior Gea, melalui pers rilis yang diterima redaksi tabloidjawatimur.com, Rabu (06/08/2025) siang, menjelaskan, KKN 2025 ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan sekaligus berkontribusi langsung dalam pemberdayaan masyarakat desa. Salah satu kegiatan utama yang dilaksanakan adalah Inovasi Desain Kemasan Tempe Jagung untuk Peningkatan Nilai Tambah Pangan Lokal.

“Kegiatan ini  melibatkan ibu-ibu PKK sebagai mitra strategis dalam pengelolaan dan pengembangan produk rumah tangga. Kegiatan ini tidak hanya berfokus pada pengembangan desain kemasan yang fungsional dan menarik secara visual, tetapi juga menjadi bentuk nyata pengabdian mahasiswa dalam mendukung peningkatan nilai jual produk lokal, penguatan peran perempuan dalam kewirausahaan, serta optimalisasi potensi pangan desa yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal,” terang Agung Senior Gea.

Agung menambahkan, tempe jagung dipilih sebagai objek inovasi karena memiliki potensi besar sebagai pangan bergizi berbasis sumber daya lokal yang mudah diolah dan bernilai ekonomis tinggi. Tempe jagung sebagai hasil inovasi tidak hanya menjadi alternatif pangan sehat, tetapi juga simbol dari gerakan kemandirian pangan dan semangat kewirausahaan desa. “Inovasi yang kami lakukan tidak berhenti pada proses produksi, tetapi diperluas ke aspek kemasan yang memiliki peran penting dalam membentuk persepsi konsumen, meningkatkan daya tarik visual, dan memperkuat nilai jual produk di pasar. Kemasan menjadi media komunikasi antara produk dan konsumen, mencerminkan kualitas dan identitas yang terkandung dalam produk tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, desain kemasan tempe jagung dirancang dengan mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni  fungsionalitas, estetika, dan keberlanjutan. “Dari sisi fungsional, kemasan berfungsi untuk melindungi produk dari kontaminasi, menjaga kebersihan, serta memperpanjang masa simpan selama penyimpanan dan distribusi. Dari segi estetika, kemasan dibuat menarik dan informatif, menampilkan elemen lokal seperti logo Desa Bokor, motif khas daerah, serta warna-warna alami yang merepresentasikan kesegaran bahan pangan. Kemasan juga dilengkapi dengan informasi penting,  seperti komposisi bahan, manfaat gizi, cara penyajian, serta tanggal produksi dan kedaluwarsa untuk meningkatkan profesionalisme produk.

Dalam mendukung aspek keberlanjutan dan pemasaran, masih kata Agung, strategi harga disesuaikan dengan segmentasi pasar. Produk dijual dalam berbagai ukuran kemasan dengan harga yang tetap terjangkau namun memberi keuntungan yang wajar bagi produsen. “Langkah ini membuka peluang bagi tempe jagung untuk bersaing di pasar lokal, toko kelontong, hingga platform digital,” katanya.

Menurut Agung, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi dan pemberdayaan bagi ibu-ibu PKK. Mereka mendapatkan pelatihan mengenai pentingnya desain kemasan, teknik pengemasan yang higienis, serta strategi pemasaran sederhana namun efektif. Pelatihan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga mendorong lahirnya wirausaha baru berbasis rumah tangga, memperkuat ekonomi desa, dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengelola produk lokal secara mandiri.

Sementara itu, respon masyarakat, khususnya peserta pelatihan, sangat positif. Ibu-ibu PKK mengaku,  kegiatan ini membuka wawasan baru mengenai pentingnya tampilan produk dalam menarik minat konsumen. Sebelumnya, perhatian mereka hanya fokus pada proses produksi tanpa memperhatikan aspek visual dan nilai jual produk. Kini mereka merasa lebih siap untuk menjadikan tempe jagung sebagai produk yang tidak hanya bergizi, tetapi juga menarik dan layak dipasarkan lebih luas.

Melalui inovasi desain kemasan tempe jagung, diharapkan Desa Bokor, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang,  pengembangan produk lokal dapat dilakukan secara strategis, kreatif, dan berbasis potensi desa. Dengan menggabungkan nilai lokal, inovasi teknis, dan pendekatan pasar, tempe jagung tidak hanya menjadi produk pangan biasa, tetapi juga cikal bakal usaha berkelanjutan yang memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa. (bri/mat)

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare
Exit mobile version