Tim PMM UMM Ajak Murid SD di Madura Jalankan Protokol Kesehatan
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Akses internet yang belum merata di Indonesia memaksa beberapa sekolah tetap melakukan belajar mengajar secara luring meski di tengah pandemi COVID-19. Karena hal tersebut, Tim Pengabdian Masyarakat Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan penyuluhan kesehatan secara rutin di Sekolah Dasar (SD) Desa Prancak, Madura. Agenda ini telah dilaksanakan sejak Desember 2020.

VENIEDA Dwi Fitria, perwakilan tim mengungkapkan, tidak banyak warga desa yang benar-benar menerapkan protokol kesehatan. Hal itu terlihat saat ia dan tim melakukan survei langsung ke Desa Prancak. Banyak warga yang tidak disiplin menggunakan masker dan sering berkerumun. “Angka positif COVID-19 di sini memang rendah. Mungkin hal itu yang membuat mereka kurang memperhatikan protokol kesehatan,” jelasnya, Selasa (05/01/2021) siang.

Mahasiswa kelahiran Kalimantan ini menjelaskan, berangkat dari realita itu, mereka memutuskan untuk mengedukasi warga terkait protokol kesehatan, utamanya kepada anak-anak yang sekolah secara luring. Venieda Dwi Fitria mengaku, program kelompok mereka disambut baik pemerintah setempat. “Kami mendapatkan bantuan berupa masker, sabun cuci tangan, dan hand sanitizer dari Dinas Kesehatan setempat,” tegasnya.

Anak kedua dari dua bersaudara ini menceritakan berbagai kesulitan yang dihadapi saat melakukan sosialisasi. Salah satunya, anak-anak yang tidak fasih berbahasa Indonesia, padahal tidak satu pun anggota tim yang dapat berbicara bahasa Madura. “Anak-anak kelas tiga ke atas mungkin sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Namun tidak ada satu pun siswa kelas satu dan dua yang fasih berbahasa Indonesia. Jadi kami meminta bantuan guru-guru untuk menerjemahkan,” lanjut Venieda.
Tidak hanya sampai di situ. Tim PMM UMM juga memiliki keterbatasan pada akses transportasi. Setiap hari mereka harus menempuh perjalanan selama tiga puluh menit dengan berjalan kaki dari tempat menginap sampai ke sekolah. “Kebetulan kepala desa menyediakan tempat tinggal, mengingat kami semua berasal dari luar daerah. Namun jarak dari pintu masuk desa ke sekolah sangat jauh. Kami juga tidak memiliki kendaraan untuk dipakai di sini,” pungkas mahasiswa Fakultas Hukum tersebut. (div//mat)