Sunan Kudus, Panglima Perang di Demak
3 min readSunan Kudus pernah menjadi panglima perang di Kasultanan Demak. Kurang lebih 1001 ilmu kesaktian dimilikinya, bahkan Ki Ageng Pengging alias Kebokenongo, murid kinasih dari Syekh Siti Jenar yang sakti mandraguna itu, berhasil dibunuhnya. Cara dakwahnya cukup halus. Seekor sapi yang dinamai kebo Gumarang, dirias laksana putri keraton kemudian ditambatkan di patok depan masjid. Saat itulah Sunan Kudus mulai berdakwah, dengan model dakwah yang dikemas dengan gaya bercerita yang dibuat secara berseri, hingga masyarakat terpikat untuk mengikuti sambungan dari dakwahnya. Makam Sunan Kudus, hingga sekarang tak pernah sepi dari peziarah.
ITULAH sepenggal kisah dari kanjeng Sunan Kudus. Diketahui saat itu masyarakat Kudus banyak yang beragama Hindu. Sunan Kudus pun, dalam melakukan siar Islamnya, sampai tembus ke wilayah Sragen dan Gunung Kidul, tlatah Mataraman di wilayah Jawa Tengah yang saat itu terkenal dengan tanahnya yang tandus.
Cara dakwah yang ditempuh saat di Kudus, cukup unik sekaligus mengedepankan sikap toleran dan kompromi terhadap agama lain, yakni Hindu yang saat itu cukup dominan di Kudus. Kanjeng Sunan Kudus mengihias seekor sapi, hewan itu dirias secantik mungkin laksana putri keraton dan dinamai Kebo Gumarang.
Hewan berkaki empat itu, kemudian ditambatkan pada sebuah patok di depan masjid. Nah, saat itulah, setiap orang yang lewat menyempatkan mampir untuk melihat lantaran sapi oleh masyarakat setempat adalah satu dari sekian banyak hewan yang dikeramatkan.
Manakala orang sudah banyak yang berkumpul untuk melihat dari dekat sosok Kebo Gumarang, kanjeng Sunan Kudus mulai berdakwah dengan gaya bahasa yang santun dan mudah dipahami oleh masyarakat. Gaya dan cara berdakwah Kanjeng Sunan Kudus dengan bercerita yang dibuat dengan cara bersambung, hingga membuat masyarakat semakin terpikat untuk terus mengikuti kelanjutan sambungan dari dakwah yang disampaikan.
Ilmu agama yang dikuasainya bersumber dari banyak guru, lantaran beliu banyak berguru pada para wali yang telah lebih dulu dikenal ilmu ketahuidtannya. Di antaranya, Kanjeng Sunan Kalijaga, Kanjeng Sunan Giri dan Kanjeng Sunan Ampel. Layaknya para wali yang telah dicecep ilmunya oleh kanjeng Sunan Kudus, pada akhirnya beliau pun dikenal sebagai sosok wali yang pinunjul sekaligus menep ilmunya.
Sunan Kudus, layaknya Kalijaga, juga sangat toleran terhadap budaya lokal dan adat istiadat atau kebiasaan warga masyarakat setempat dimana beliau sedang singgah. Hingga dakwah agama yang disiarkan, lambat tapi pasti menjadi lebih diserap akan kandungan ilmu kebenaranya oleh penduduk.
Hal lain, Sunan Kudus sangat pintar memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha yang kala itu sangat kuat melekat di masyarakat. Itu tergambar dari bestek masjid Kudus, dimana bentuk menara, gerbang dan pancuran untuk berwudlu atau padasan, semua mengadopsi dari wujud candi sang Budha atau delapan jala sang Budha. Itulah bentuk kompromi dari kanjeng Sunan Kudus, terhadap Hindu dan Budha yang pengaruhnya sangat kuat di masayarakat kala itu.
PANGLIMA PERANG
Tak hanya menguasai ilmu agama, Sunan Kudus juga tercatat sebagai panglima perang di Kasultanan Demak Bintoro, sekaligus sebagai panglimanya Wali Sanga. Beliau putra pasangan Sunan Ngudung dan Nyai Syarifah, nama kecilnya Jaffar Shadiq. Adapun sang ibu, adalah adik dari kanjeng Sunan Bonang, yang dimakamkan di Tuban, Jatim.
Sunan Ngudung sendiri, ditengarai seorang putra sultan asal negeri Mesir yang berkelana hingga ke tlatah pulau Jawa hingga akhirnya diangkat sebagai panglima perang di Kasultanan Demak. Sebab itu, tidaklah heran kalau sang putra Jaffar Shadiq mengikuti jejaknya.
Sunan Kudus sendiri, miliki tak kuranng 1001 ilmu kesaktian. Beliau dalam suatu pertempuran, berhasil membunuh Ki Ageng pengging alias Kebo Kenonggo, murid kinasih dari Syekh Siti Jenar yang juga dikenal sebagai tokoh sakti mandraguna. Kharomah yang dimiliki Sunan Kudus, menjadikan sosok yang disegani oleh lawan-lawannya dikala itu. Demikian dengan ilmu Tauhidnya, membuat Sunan Kudus dihormati oleh sesama ulama pada zamannya.
Saat ini, keberadaan makamnya tak pernah sepi dari peziarah yang sengaja datang dari berbagai daerah. Beragam doa yang disampaikan peziarah. Dengan harapan, lumantaran kanjeng sunan Kudus, apa yang menjadi keinginan atau nadar di hati bisa terkabul.*