Soal Hak Asuh Anak, Kubu Ahsanul Amala Yakin Menang di Kasasi
3 min readMALANG | TABLOIDJAWATIMUR.COM – Termohon kasasi hak asuh anak, Ahsanul Amala, mengaku siap dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Piihaknya optimis akan menang setelah pada tahap sebelumya, yakni Pengadilan Agama di Malang dan banding di Pengadilan Tinggi di Surabaya, selalu menang.

HAL ITU disampaikan kuasa hukum termohon, Ahsanul yakni, Angga Citalada, SH, M.Kn ditemui di kantornya, Eaz Law Office & Partner, Selasa (19/12/2023). “Kami sudah menang pada sidang di Pengadilan Agama Kota Malang hingga banding di Pengadilan Tinggi. Di tahap kasasi nanti adalah terkait putusan majelis hakim yang diuji,” terang Angga Citalada.
Karena itu, lanjutnya, pihaknya merasa optimis kemenangan hak asuh anak di pihak suami. Di saat PA maupun banding, kata Angga, majelis hakim, tentu mempunyai pertimbangan dan keyakinan, berdasarkan bukti- bukti yang terungkap di persidangan.

“Kami tentu menyakini akan pertimbangan hakim. Sang ayah bisa menang. Sedangkan obyek hak asuh, adalah anak yang masih berusia sekitar 13 tahun. Salah satunya juga kesanggupan sang ayah untuk memberikan uang nafkah anak,” lanjutnya.
Lebih lanjut Angga menjelaskan, putusan di Pengadilan Agama Kota Malang, diputus tanggal 1 September 2023. Sedang putusan di tahap banding, 01 November 2023. “Untuk memori tahap kasasi, kami sudah menerima. Ya kami siap saja menghadapi dengan kontra memori. Kami yakin, kebenaran akan menemui jalannya,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang ibu, Diana Malayanti, warga Kecamatan Blimbing Kota Malang, Jawa Timur, Seorang ibu, Diana Malayanti, warga Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, harus menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak asuh putranya, AJM (13) hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) RI.
Permasalahan hak asuh anak tersebut bermula saat 4 Juli 2012 lalu, Diana resmi bercerai dengan suaminya, Ahsanul. Kemudian pada Oktober di tahun yang sama, Diana mengajukan gugatan hak asuh anaknya.
Melalui proses di Pengadilan Agama (PA) Malang, tanggal 21 Mei 2013, Hakim PA merestui gugatan sang ibu, sehingga hak asuh AJM pun resmi pada ibunya. Dan berdasarkan putusan hakim PA, Malang, sang ayah menerima hukuman, membayar nafkah anak sebesar Rp 1.500.000 setiap bulan.
“Setiap tahun ada kenaikan 10 persen hingga anak berusia 21 tahun. Itu di luar biaya pendidikan dan kesehatan,” terang Sumardhan, SH, selaku kuasa hukum Diana, Jumat 15 Desember 2023.
Namun, ternyata hukuman yang dijatuhkan hakim PA, tidak sepenuhnya dijalankan. Untuk kenaikan nafkah 10 persen itu, tidak diberikan sejak tahun 2015 hingga Desember tahun 2022 lalu. Jika dikalkulasi, seharusnya AJM menerima nafkah Rp 3.500.000 per bulan atau ditotal menjadi sebesar Rp 42 juta.
Perkembangan selanjutnya, ayah AJM malah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tinggi Agama Surabaya untuk membatalkan perwalian anaknya di ibunya. Dalam persidangan, sang anak pun turut dihadirkan.
“Pada 12 Juli 2023, sang anak dihadirkan dan diminta datang oleh hakim. Diperiksa sendiri, dan si anak ditanya, AJM mengaku ingin bersama ibunya. Namun dalam sidang putusan, hak asuh perwalian malah diberikan ke bapaknya,” lanjut Mardan.
Menurut Mardan, pengadilan tidak mempertimbangkan beberapa hal, terutama dengan dampak psikologis si anak. Menjadi masalah besar ketika saat pelaksanaan eksekusi
Sumardhan menilai, perkara tersebut seharusnya nebis in idem. Dimana suatu perkara yang tidak dapat diperiksa kedua kalinya. Untuk itulah, ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. “Kami memohon kepada Ketua Mahkamah Agung RI agar membatalkan putusan Pengadilan Agama Malang No.744/Pdt.G/2023/PA.Mlg dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No. 426/Pdt.G/2023/PTA.Sby,” pungkasnya. (aji/mat)