Site icon `

Sidang Penipuan Tambang : Ahli Hukum Perkuat Dakwaan Jaksa

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare

SURABAYA, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang perkara penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan senilai Rp 20,5 miliar dengan terdakwa Christian Halim, Senin (05/04/2021). Sidang kali ini mendengarkan keterangan tiga ahli hukum yang dihadirkan Tim Penasehat Hukum (PH) Christian Halim.

 

Suasana sidang perkara penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan senilai Rp 20,5 miliar dengan terdakwa Christian Halim, di PN Surabaya, Senin (05/04/2021).

 

NAMUN dalam keterangannya, ketiga ahli ini dinilai tidak membantu posisi terdakwa. Bahkan menurut jaksa, keterangan para ahli tersebut justru mendukung Pasal 378 KUHPidana yang dijeratkan terhadap terdakwa.

“Keterangan ahli hukum pidana Ubhara Surabaya, Solahudin, justru menguatkan pembuktian kami dalam surat dakwaan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Novan B Arianto, SH, dari Kejaksaan Tinggi (Kejatim)  Jatim usai sidang, Senin (05/04/2021).

Tidak hanya itu. Keterangan ahli hukum pidana,  Dwi Seno Wijanarko dari Ubhara Jakarta, dinilai jaksa tidak relevan. “Saat di persidangan, ahli banyak bicara tentang perdata. Ketika kami olah pun, dia menolak untuk memberikan jawaban. Bahkan keterangannya soal kerugian dalam Pasal 378 KUHPidana pun berbeda dengan ahli pidana Solahudin. Dengan begitu, kita bisa lihat bersama kapasitas ahli bagaimana,” terang Novan.

Kepada ahli hukum  Puji Karyanto dari Unair Surabaya, kuasa hukum terdakwa sempat mengilustrasikan soal pengakuan seseorang yang mengatakan sebagai kerabat orang besar, namun kenyataannya tidak memiliki ikatan kekerabatan.

“Pengakuan seseorang bahwa dirinya mengenal orang-orang penting atau pejabat merupakan upayanya untuk membranding diri dengan tujuan agar terlihat sebagai bukan orang sembarangan,” ungkap ahli.

Hal itu dinilai jaksa sebagai gambaran jelas terkait rangkaian tindak pidana kebohongan yang diduga pelaku. “Orang yang mengaku-ngaku dengan membawa nama seseorang sebagai saudaranya, padahal bukan. Jadi dia menjual nama orang untuk mendapatkan apa yang ia inginkan sebelumnya. Itu sebenarnya bagian dari upaya untuk melakukan kebohongan. Bahkan untuk mengaku sebagai ahli tambang pun, seseorang harus mempunyai sertifikasi sebagai ahli tambang,” ungkap  Novan.

Dalam persidangan,  Dr. Solahudin, SH, MH, menjelaskan,  Pasal 378 KUHPidana adalah delik materiil murni, memiliki unsur penipuan ketika tindakan mengandung kepalsuan itu terjadi dan korban tergerak menyerahkan suatu barang. “Mens rea atau niat jahat menjadi penting dalam pasal ini untuk diperiksa di persidangan. Apabila kebohongan itu terjadi di depan, maka itu masuk unsur penipuan,” jelasnya.

Sedangkan, Dr. Dwi Seno Wijanarko,  SH, MH,  sempat dipertanyakan kapasitasnya sebagai ahli pidana oleh majelis hakim yang diketuai Ni Made Purnami, SH. Sebab,  Dwi sibuk menjelaskan soal perdata di persidangan. “Anda seorang ahli pidana atau bagaimana?,” tanya hakim menjeda keterangan ahli.

Bahkan, saat jaksa mempertanyakan apakah seseorang diperbolehkan menggunakan dana di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang sudah ditentukan, ahli lebih memilih tidak menjawab pertanyaan jaksa.

“Boleh dong saya berpendapat? Begitu pun sebaliknya (memilih diam tak menjawab, red). Soal menyampaikan dan tidaknya (memberikan) pendapat,  itu kapasitas ahli. Anda (jaksa) tugasnya soal pembuktian,” kata Dwi Seno.

Di akhir sidang, tim kuasa hukum terdakwa kembali menyingung soal pemanggilan saksi Gentha, yang sebelumnya oleh jaksa sudah dihadirkan sebanyak dua kali di persidangan. Jaksa berdalih,  pihaknya sudah melakukan upaya pemanggilan ulang sebanyak dua kali. “Sudah kita panggil dua kali. Kesempatan yang sama kita berikan kepada Tim PH terdakwa. Apabila berkenan untuk memanggil saksi kembali di persidangan, silahkan,” terang jaksa.

Hal itu juga dipekuat dengan jawaban Ketua Majelis Hakim,  Ni Made, SH. Menurutnya, pihaknya tidak bisa memaksa kehadiran saksi Gentha kembali di persidangan. “Karena itu merupakan kewenangan pembuktian ada di jaksa. Pada saat itu saksi pun dihadirkan oleh jaksa, Sedangkan jaksa menilai keterangan saksi sudah cukup. Terlebih sudah ada upaya jaksa untuk memanggil kembali saksi Gentha,” ujarnya.

Sementara, Alvin Lim,  penasehat hukum terdakwa,  usai sidang mengaku kecewa dengan sikap majelis hakim yang tidak mengeluarkan penetapan untuk memanggil saksi Gentha.

Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa (Christian Halim) menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda,  Kecamatan Petasia,  Kabupaten Morowali,  Sulawesi Tengah.

Kepada pelapor,  Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi (Pangestu Hari Kosasih), terdakwa menjanjikan akan menghasilkan tambang nikel sebanyak 100.000 matrik/ton setiap bulan,  dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp 20,5 miliar.

Terdakwa mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar,  kontraktor alat berat di Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila penambangan berjalan. Padahal, belakangan diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.

Sedangkan dana sebesar Rp 20,5 miliar yang diminta terdakwa telah dikucurkan. Namun terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.  (ang/mat)

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare
Exit mobile version