Sidang Pemalsuan Dokumen dan Penggelapan, Terdakwa Bantah Keterangan Saksi
2 min readSURABAYA,TABLOIDJAWATIMUR. COM – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (13/02/2019) siang kembali menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen serta penggelapan, dengan terdakwa Wong Daniel Wiranata. Sidang yang digelar di ruang Candra dengan agenda pemeriksaan saksi ini, dipimpin majelis hakim yang diketuai Maxi Sigarlaki, SH.

DALAM sidang kali ini, saksi Soetrisno Diharjo alias Fredi yang dihadirkan menerangkan, perkara ini bermula adanya kesepakatan antara Wong Daniel Wiranata dan saksi Prabo Wahyudi, terkait kerjasama proyek pengadaan kran dan valve dari Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kota Balikpapan pada bulan Oktober 2014 lalu.
“Saat itu, Daniel (terdakwa) ke rumah saya dengan menunjukkan beberapa lembar foto copy purchase order dari perusahaan air minum Kota Balikpapan,” ujar saksi Soetrisno Diharjo.
Dari nominal proyek ratusan miliar yang diperlihatkan kepadanya, saksi mengaku jika saat itu tidak mempunyai dana sebesar itu. lantas saksi mengenalkan terdakwa kepada temannya, Prabo Wahyudi yang beralamat di Kalijudan Merr, Kota Surabaya.
“Pada pertemuan itu, terdakwa menyampaikan jika PDAM Kota Balikpapan telah menunjuk CV Sarana Sejahtera yang berada di Surabaya. Dimana terdakwa mengaku sebagai Dirut pada CV tersebut,” terang Soetrisno yang juga mengatakan kepada majelis hakim, jika terdakwa mempresentasikan keuntungan 50% dari hasil proyek dengan nominal kerjasama Rp 7,5 miliar sesuai Akta Notaris no 26 Tanggal 10 Januari 2015, di hadapan notaris Eny Wahyuni, berdasarkan PO tanggal 2 Oktober 2014, dengan nilai Rp 4,3 miliar, serta penyerahan uang kepada terdakwa dengan nilai Rp 7,5 miliar.
Kerjasama lainnya, berupa Purcase Order (PO) tanggal 2 Oktober 2014 dengan nilai Rp 19,5 miliar dan penyerahan uang kepada terdakwa sebesar Rp 12 miliar yang diberikan secara bertahap. Dokumen penyerahan uang secara bertahap dari saksi Prabo Wahyudi kepada saksi Soetrisno Diharjo untuk diteruskan kepada terdakwa Wong Daniel Wiranata dengan 6 lembar kwitansi.
Namun, terdakwa menyangkal keterangan yang disampaikan saksi Soetrisno. Sebab, menurut terdakwa, perjanjian PO hanya ada satu perjanjian sesuai Akte Notaris No 26 Tanggal 10 Januari 2015. “Perjanjian saya terkait PO tadi, itu cuma satu, yaitu yang ada di notaris dan tidak ada perjanjian yang lain,” ungkap terdakwa.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa, Nizar Fikri, SH, mengatakan, pada kasus ini terdapat kejanggalan. Sebab, pada perjanjian Rp 7,5 miliar telah diikat dalam sebuah perjanjian di hadapan notaris. Sedangkan perjanjian Rp 12 miliar hanya melalui PO. “Uang Rp 7,5 miliar nominal yang lebih kecil saja melalui transfer dan diikat dengan perjanjian di notaris. Nah ini ada nominal yang lebih besar Rp 12 miliar hanya melalui PO,” jelas Nizar Fikri. (ang)