Puluhan Ribu Mahasiswa Universitas Brawijaya Terancam Golput
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Puluhan ribu Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) terancam golput (tidak memilih) dalam pemilihan presiden April 2019 mendatang. Pasalnya, 40 persen mahasiswa UB, berasal dari Jakarta Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek). Dimungkinkan, mereka tidak pulang ke kampung saat proses demokrasi berlangsung.

ANDHYKA Muttaqin, M.PA, Dosen FIA UB menjelaskan, mahasiswa UB mencapai 55 ribu. 50 persennya berasal dari daerah di Jawa Timur. Dimungkinkan, mereka bisa pulang ke daerah masing-masing saat pencoblosan.
“Yang berasal dari Jawa Timur, sangat mungkin bisa pulang dalam pesta demokrasi itu. Namun, sementara sekitar 27.500 mahasiswa tidak pulang ke kampungnya. Mengingat, ada sekitar 40 persen mahasiswa UB, berasal dari Jabodetabek dan sisanya dari luar jawa. Untuk itu, yang tidak pulang, terancam Golput Administratif,” tuturnya saat menjadi pembicara dalam Bincang dan Obrolan Santai, (Bonsai), Partisipasi Politik dalam Dunia Kampus di gedung Rektorat UB, Rabu (06/02).
Selain itu lanjutnya, pada hari pencoblosan, adalah minggu efektif perkulihan. Sehingga, kemungkinan para mahasiswa tidak pulang ke kampungnya sangat besar.
“Kecuali, bisa memilih di daerah dimana ia tinggal. Istilahnya, pindah pilih dari tempat asal. Untuk itu, tentu ada pesyaratan yang harus dipenuhi,” lanjutnya.
Ia melihat, hingga saat ini, belum ada sosialisasi yang intens dari KPU terkait pindah pilih tersebut ke kampus. Untuk itu, katanya, harus segera ada sosialisasi form A5 (pindah pilih) kepada mahasiswa, khususnya yang tidak pulang ke kampungnya.
Pembicara lain, Maulina Pia Wulandari, S.sos, M. Kom, Ph.D, yang juga Dosen FISIP menerangkan bahwa sebaiknya kampus juga bisa digunakan sebagai sarana kampanye. Namun, harus berporsi seimbang antar pasangan calon. Mengingat, hal itu juga menjadi pembelajaran dan pendidikan Politik bagi masyakarat kampus. Selain itu, bisa menjadi pemicu konflik.
“Saya kira bisa saja Kampus untuk kampanye program paslon. Yang terpenting porsinya seimbang. Bahwa akan terjadi pro dan kontra, ya itulah Demokrasi. Sangat mungkin pilihannya berbeda dan memang itu diperbolehkan. Yang terpenting, harus tetap menjaga kerukunan,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, ia bahkan memunculkan gagasan bahwa sebaiknya Aparat Sipil Negara (ASN) tidak mendapatkan hak Politik. Hal itu dikarenakan, para PNS saat ini terancam sanksi jika terlibat dalam politik praktis dengan mendukung secara langsung paslon.
“Saat ini, ASN sangat bisa disanksi jika terlibat dalam politik dukungan pasangan calon. Berfoto saja, apalagi dengan pose tertentu atau dengan simbol calon saja, bisa bermasalah. Menggunakan atribut, calon tertentu bahkan dipublik, bisa berakibat fatal. Mending seperti TNI / Polri, tidak memberi dukungan dan tidak punya hak pilih, alias netral,” lanjutnya.
Sementara itu, dari Bawaslu Kota Malang, Rusmin Fahrizal menjelaskan, salah satu solusi bagi mahasiswa agar bisa memilih di tempat dimana ia tinggal, adalah dengan Form A5.
“Form A5 bisa dimanfaatkan kepada pemilih yang tidak pulang kampung. Namun, yang bersangkutan harus sudah masuk di DPT daerah asalnya. Atau bisa juga dengan KTP untuk Daftar Pemilih Khusus,” tuturnya.
Ia menambahkan, nantinya Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan cenderung lebih banyak. Mengingat, jika ada pemilih sekitar 200 orang saja, sudah bisa mengajukan agar ada TPS di tempat tersebut. (ide)