Site icon `

Pengalaman Saja Tidak Cukup, Komisioner KPU dan Bawaslu Harus Cerdas

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare
Wawan Sobari, Ph.D.

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM Dosen Ilmu Politik FISP Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Wawan Sobari, Ph.D, berharap Komisioner KPU dan Bawaslu yang baru punya integritas moral dan profesionalisme serta tidak mengulang kasus yang pernah menimpa Wahyu Setiawan.

 

JANGAN sampai kasus Wahyu Setiawan (mantan Komisioner KPU) yang ditangkap KPK terulang lagi. Kasus itu menunjukkan anggota KPU bisa diintervensi oleh partai politik. Karena itu penting faktor integritas moral tersebut,” katanya  seperti ditulis dalam rilis yang dikirim  Humas FISIP UB, belum lama ini.

Pria lulusan program Doktor Flinders University of South Australia ini menganggap tugas Komisioner KPU dan Bawaslu periode mendatang lebih berat,  karena Pemilu 2024 berbeda dari  Pemilu sebelumnya. “Sebab di tahun yang sama akan dilakukan semua pemilihan. Meski ada jeda 8 bulan antara Pemilu dan Pilkada tapi ini sejarah pertama di Indonesia sejak 1955 dilaksanakan pemilihan multi level pada tahun yang sama,” ujarnya.

Menurut Wawan Sobari, komisioner akan menanggung beban berat bukan hanya teknis,  tapi juga beban berat dalam hal kompetisi politik. Wawan mencontohkan Bawaslu membuat indeks kerawanan Pemilu,  tapi selama ini berlandaskan pada Pilpres atau Pilkada saja.  “Kerawanan Pemilu multi level di tahun yang sama akan berbeda. Bawaslu harus membuat tambahan variabel untuk menghitung indeks kerawanannya,” sambungnya.

Dia juga mencontohkan anggaran yang diajukan untuk Pemilu 2024 sebesar  Rp 84 triliun. Baginya,  jumlah itu sangat besar. Sama dengan APBD Jatim selama 2 tahun. “Tentu hal- hal seperti ini akan memunculkan resiko politik penyelenggaraan. Karena itulah, dalam bahasa saya,  Komisioner KPU dan Bawaslu harus tangguh,  baik fisik dan mental dalam momen penting ini,” ujar Wawan.

Penulis beberapa makalah ilmiah ini menyebut nama- nama Komisioner KPU dan Bawaslu telah memiliki pengalaman,  baik di provinsi maupun nasional. Namun Wawan menganggap pengalaman saja tidak cukup,  sebab komisioner juga harus memiliki kecerdasan manajemen Pemilu.

“Kecerdasan akademis juga penting. Jadi tidak hanya soal teknis. Sebab Pemilu 2024 mereka akan menghadapi situasi yang tidak mudah karena juga jadi pertaruhan partai penguasa saat ini agar bisa kembali menang,” papar alumni Magister Institute of Social Studies (ISS), Den Haag Belanda ini.

Meski beban Pemilu 2024 akan bertambah, namun Wawan Sobari menilai jumlah komisioner tidak perlu ditambah. Sebab yang paling penting adalah sistem pendukungnya.  “Lebih baik jumlahnya jangan diubah. Makin banyak orang,  resiko makin besar. Yang paling penting adalah sistem pendukungnya, mulai kesekretariatan hingga KPUD- nya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wawan menyarankan Komisioner KPU dan Bawaslu selanjutnya harus memperhatikan kualitas pelayanan pada pemilik kedaulatan atau voters. “Pertama,  jangan sampai karena Pemilunya serentak kemudian kualitasnya menurun. Yang penting adalah gunakan prinsip pelayanan publik pada pemilik. Misal, pandemi belum selesai 2024,  tentu keamanan pemilih tidak hanya soal intimidasi tapi juga keamanan kesehatan mereka saat menyalurkan hak suaranya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, ada 7 anggota KPU terpilih. Di antaranya,  August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy’ari, Idham Holik, Mochamad Afifuddin, Parsadaan Harahap, dan Yulianto Sudrajat.  Sedangkan 5 anggota Bawaslu terpilih adalah  Herwyn Jefler Malonga, Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, dan Totok Hariyono.  (div/mat)

WhatsAppFacebookGmailCopy LinkTwitterShare
Exit mobile version