19 Maret 2025

`

New Normal, Serasa Embun Yang Menyejukan Hati Para Kyai

3 min read

SURABAYA, TABLOIDJAWATIMUR. COM – New normal yang menurut Presiden Joko Widodo sebagai tatanan hidup baru berdampingan dengan COVID-19, terasa seperti embun yang menyejukan hati para kyai dan ulama pengasuh pondok pesantren. Sebab, sudah sekitar tiga bulan kondisi pondok pesantren seperti mati suri setelah para santrinya dipulangkan karena khawatir tertular COVID-19.

 

Petugas selalu mengarahkan pengguna jalan untuk menggunakan masker.

 

HAL INI disampaikan Ketua Umum IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia), Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) MPC Pemuda Pancasila Kota Surabaya, sekaligus Vice President Kongres Advokat Indonesia, Rahmat Santoso, Sabtu (30/05/2020), menyikapi rencana pemerintah memberlakukan new normal.

Ketua Umum IPHI, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) MPC Pemuda Pancasila Kota Surabaya, dan Vice President Kongres Advokat Indonesia, Rahmat Santoso.

“Itu bisa saya rasakan,  karena sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (DPP IPHI), saya masih kerap sowan dan berkumpul bersama para kyai dan ulama. Keresahannya sama, kapan santri-santri bisa berkumpul lagi dan pendidikan pesantren dimulai. Keresahan itu wajar. Sudah hampir tiga bulan pesantren seperti mati suri setelah semua santri dipulangkan akibat pandemi Virus Corona,” terang Rahmat Santoso, Sabtu (30/05/2020).

Terlebih jumlahnya tidak sedikit. Sebanyak 28.194 pesentren dengan sekitar 5 juta santri mukim, tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan jika total dengan santri non mukim,  berkisar 18 juta jiwa. Belum lagi jumlah pengajar yang jumlahnya tidak kurang dari 1,5 juta jiwa. Semua bersandar pada kehidupan pesantren. Tentu menjadi normal, jika banyak pertanyaan sampai kapan aktifitas pesantren ini berhenti.

“Berbicara soal pesantren, saya teringat kembali kiprah Ketua Umum DPP IPHI sebelumnya, almarhum Indra Sahnun Lubis. Semasa hidupnya, posisi beliau yang sekarang saya gantikan,  pernah menjadi penasihat hukum PB Nahdhatul Ulama (NU), mulai era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga KH. Hasyim Muzadi (almarhum). Jadi, IPHI sebagai salah satu satu pioner organisasi advokat, sudah akrab dengan dunia pesantren. Sejak dulu, IPHI bergendengan dengan para kyai dan ulama, khususnya kalangan NU,” ungkap Rahmat sambil menyampaikan salam hormat kepada leluhur di Kalimantan Selatan dan para guru di Pondok Pesantren di Jawa Timur.

Menyoal New Normal di pesantren, Kementerian Agama (Kemenag), pada 27 Mei 2020,  sudah mengeluarkan edaran mengenai kebijakan kegiatan pesantren dan rumah ibadah dalam menghadapi new normal. Protokol pencegahan COVID-19, seperti mencuci tangan, memakai masker, bersin menutup mulut, hingga jaga jarak,  adalah konsep Islam life style.

“Memakai masker misalnya, mirip dengan cadar yang dipakai wanita mukminah. Cuci tangan, juga ada dalam wudhu. Menjaga wudhu sangat dianjurkan dalam Islam. Selain itu, soal sosial distancing, dalam Islam juga sudah dianjurkan berkumpul harus memberi manfaat, tidak boleh berkumpul tapi sia-sia, apalagi membahayakan,” kata Rahmat.

Konsep new normal bukan barang baru di Islam, karena pemerintah dan pesantren lebih mengutamakan kehati-hatian.  “Keselamatan santri dan para guru pesantren di atas segalanya. Apalagi kondisi pandemi Corona di tiap daerah tidak sama. Ada yang sudah turun,  tapi juga ada yang  naik, seperti yang terjadi di Jawa Timur,” imbuhnya.

Untuk itu, perlu berbagai persiapan untuk memastikan pesantren benar-benar aman sebelum dibuka kembali. Menurut Rahmat, secara garis besar,  ada empat langkah untuk memulai New Normal di pesantren. Pertama,  sertifikasi pesantren. Kedua, protokol kesehatan COVID-19 pesantren. Ketiga, sarana prasarana. Keempat, kelompok rentan.

Terkait sertifikasi, menurut Rahmat,  tujuannya untuk menentukan kelayakan pesantren atau memberikan jaminan bagi seluruh stakeholder (orang tua/wali santri, pengajar, staf, dan masyarakat di sekitar pesantren), bahwa pesantren yang menyandang sertifikasi berarti memenuhi kualifikasi bebas COVID-19 atau dalam konteks ini pesantren memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan dan mematuhi protokol kesehatan COVID-19.

“Perlu segera dilakukan pendataan kembali ke semua pesantren dari berbagai hal untuk memenuhi standart verifikasi atau kualifikasi bebas COVID-19 itu. Kalaupun ada yang kurang, pemerintah maupun stakeholder lainnya bisa membantu untuk melengkapi. Harapannya, semua pesantren bisa mendapatkan sertifikasi,” terangnya.

Soal Protokol Kesehatan COVID-19 Pesantren, memang akan ada banyak hal yang berubah dari kebiasaan sebelumnya. Seperti menghindari bersalaman, pelukan, cium tangan, mengajar dengan sekat, menggunakan masker dan face shield/kaca mata safety goggle, mengajar secara daring atau melalui audio visual. “Memang, sesuatu yang baru awalnya akan terasa rumit. Namun harus segera kita mulai agar kehidupan pesantren berjalan kembali,” pungkas Rahmat. (ang/mat)