MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Indonesia mempunyai masalah besar dalam masalah penegakan hukum. Dalam hal korupsi, seakan-akan sudah merata. Bahkan bisa dibilang lebih parah daripada masa Orde Baru.

HAL INI disampaikan Prof. Dr. Mahfud MD, Melkopolhukam RI, yang menjadi pembicara utama seminar nasional yang digelar Universitas Wisnu Wardhana (Unidha) Malang, Jawa Timur, Senin (20/07/2020) lalu yang membahas prospek perkembangan hukum nasional di masa mendatang.
Hadir juga sebagai pembicara, Prof. Dr. Maria Farida, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. Harjono, anggota Dewan Pengawas KPK, Dr. Soekarwo anggota Wantimpres R, I serta Prof. Dr. Suko Wiyono, Rektor Universitas Wisnu Wardhana Malang.
Menurut Mahfud MD, Indonesia mempunyai masalah besar dalam masalah penegakan hukum. Dalam hal korupsi, seakan-akan sudah merata. Bahkan bisa dibilang lebih parah daripada masa Orde Baru. “Kalau dulu, jaman Orde Baru, korupsinya tercentral dan terpusat. Namun kali ini, seakan sudah merata. Sistem, teori sudah banyak. Namun, integritas pribadi yang sulit. Masa depan hukum kita suram. Tapi saya tidak setuju jika disebut budaya. Kalau kita percaya itu budaya, berarti kita putus asa. Karena itu, saya tidak percaya,” terang Mahfud MD dalam sambutannya, Senin (20/07/2020) lalu.
Namun demikan, masih kata Mahfud MD, masalah ini tidak bisa dibebankan atau dipersalahkan pada satu pemimpin atau presiden saja. Karena siapa pun persidennya, perilaku korupsi masih ada.
Beberapa pembicara lain, seakan seirama dalam membahas masa depan perkembangan hukum nasional di masa mendatang. Perlu perubahan mendasar pada pribadi, khususnya kepada para pejabat.
Sementara itu, Rektor Unidha, Prof. Dr. Sukowiyono menerangkan, apa yang disampaikan para pembicara menunjukkan bentuk keprihatinan. “Sebagai pembicara adalah para ahli hukum. Mengerikan memang, pelanggaran korupsi terjadi di mana mana. Sistem demokrasi, terjadi malah menjadi media pelanggaran/korupsi. Pemilihan pemimpin secara langsung, malah dimanfaatkan sebagai ajang korupsi. Mulai sejak perekrutan, sampai ke tahap-tahap selanjutnya,” terangnya.
Namun, lanjut Suko, diibaratkan bersih-bersih, itu harus dimulai dari atas (pucuk). Itu pun harus menggunakan sapu yang bersih. Revolusi mental harus benar-benar dijalankan oleh setiap individu.
Ia berharap, dari seminar online yang diikuti ribuan peserta ini, dapat merubah cara pandang personal, sehingga ada perbaikan di setiap personal.
“Peraturan dan sistem, sudah banyak. Budaya manusianya yang harus berubah. Sebaik-baik peraturan, yang penting adalah semangat para penyelenggara negara. Maksudnya, terkait etika dan kemauan. Betapa banyak aturan. Kalau semangat tidak bagus, hasilnya bisa diakali. Dengan begitu, sudah cukuplah, kita harus sadar,” lanjut Suko. (aji/mat)