Kepala BNN Kabupaten Malang, Sosialisasikan Bahaya Narkoba dengan Gowes
4 min readSudah sepuluh tahun lebih mantan Kapolsek Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini menekuni olahraga yang mengandalkan otot kaki dan paha ini. Awalnya dia lebih suka olahraga bola volley. Bahkan sejak SMA, volley menjadi bagian dari hidupnya. Namun karena ada gangguan di lutut, akhirnya olahraga ini terpaksa ditinggalkan. “Lalu saya beralih ke sepeda gunung sampai sekarang,” katanya, belum lama ini saat santai di rumahnya.
Bapak tiga anak ini, bersepeda adalah “sesuatu banget”. Olahraga yang tak bisa ditinggalkan. Bahkan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Karena itu, hampir tiga kali dalam seminggu, dia meluangkan waktu untuk bersepeda, melintasi jalanan di pedesaan.
“Kalau hari Rabu, biasanya saya berangkat jam 04.30 WIB. Berangkat dari rumah, saya naik ke Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malag. Tak lama. Dengan jarak tempuh sekitar 10 Km, dalam waktu 1 jam sudah sampai. Setelah itu baru saya turun lagi, pulang ke rumah. Pulang pergi paling sekitar 1,5 jam. Ini sudah cukup berkeringat. Badan segar, pikiran fresh, sehingga waktu berangkat kerja terasa nyaman,” kata Made.
Selain Rabu, Made juga punya kegiatan yang sama pada Sabtu dan Minggu. Khusus pada hari libur, dia punya waktu yang lebih banyak. Karena itu, jarak tempuhnya pun kadang lebih jauh, apalagi jika sudah kumpul dengan komunitas ontelnya. Bahkan, tak jarang perwira Polisi yang pernah dinas di Polres Kediri Kota dan Trenggalek ini mengikuti event di berbagai daerah. Seperti di Situbondo, Bromo, Trenggalek, Kediri dan sebagainya.
Seperti di Situbondo, tantangannya sangat luar biasa. Hutan yang dilalui berdekatan dengan hutan mangrove. “Kebetulan, sebelum kami lewati, malamnya hujan, air laut agak pasang, sehingga sepeda tak bisa dikayuh. Sehingga mau tikdak mau sepeda harus dipikul, “ katanya.
Demikian juga ketika mengikuti event di Trenggalek. “Waktu kami memutari bukit, tanahnya berupa tanah lempung sehingga sepeda sulit dikayuh. Sehingga mau tidak mau, sepeda juga harus dipikul. Tapi jaraknya tak terlalu jauh, paling hanya 500 meter. Tapi inilah seninya bersepeda gunung. Seru,” jelasnya.
Apakah tidak berat memikul sepeda di tengah hutan? “Kebetulan tidak, karena berat sepeda saya hanya sekitar 4 kg. Diangkat dengan satu tangan saja sudah cukup. Bahannya memang bukan besi, tapi semacam aluminium atau semi karbon. Karena itu harganya memang lumayan,” jawab Made tanpa menyebut harga sepedanya.
Memang, untuk mengikuti event sepeda gunung, harus menggunakan sepeda khusus, yakni jenis MTB (mountain bycicle). Menurut Made, sepeda jenis ini khusus untuk off road. “Sepedanya harus ada skok. Kebetulan punya saya skoknya dua, depan dan belakang, sehingga ketika lewat medan berat, rasanya enak saja, seperti naik sepeda motor,” katanya.
Soal musibah ketika di jalan, menurut Made itu hal biasa. “Jatuh, lecet-lecet, itu biasa. Bukan hal yang serius. Tapi kalau sudah ikut off road dengan jarak tempuh yang jauhnya sekitar 30 Km, kami harus pakai pelindung, mulai helem, keni di siku dan di lutut. Seperti saat ikut event di Bromo, harus pakai pengamanan, sebab jalurnya ekstrim. Selain itu juga harus bawa peralatan yang cukup untuk berjaga-jaga jika ada sepeda yang rusak di jalan, seperti ban cadangan. Alhamdulillah selama ini tak pernah rusak. Tapi kalau ban kempes, itu sudah biasa,” jelasnya.
Memang, sekitar sepuluh tahun belakangan ini, olahraga bersepeda semakin digemari banyak orang. Bahkan banyak klub sepeda, mulai sepeda unto (sepeda kuno, red) hingga sepeda gunung. Bahkan, sekarang sering digelar event fun bike dengan hadiah beragam, mulai sepeda motor, mobil hingga hadiah rumah.
Menurut Made, berkembangnya olahraga sepeda ini tak lepas dari makin sadarnya orang akan pentingnya olahraga bagi kesehatan. Khusus sepeda, masih kata pria yang tinggal di Perumahan Bukit Cemara Tidar, Jl. Candi Badut, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang ini, punya banyak manfaat.
“Sebelumnya saya senang olahraga jogging dan volley. Tapi karena lutut sakit, lalu saya beralih ke sepeda. Saya rasakan, bersepeda ini berbeda dengan olah raga yang lain. Kalau bersepeda, seluruh organ tubuh digerakan, mulai kaki, pinggul, paha, pantat hingga ke seluruh bagian tubuh, otot-ototnya bergerak, tarik-menarik. Selain itu, nafas juga bagus. Sebab, kalau jantung kita tak baik, tentu tidak kuat mengayuh sepeda. Jadi jantung harus sehat,” jelasnya.
Di sisi lain, masih kata Made, bersepeda memberi spirit untuk menjaga kesehatan dan refreshing. Setelah bersepeda, rasanya semua beban hilang. “Apalagi setiap hari kita sudah dibebani dengan pekerjaan yang berat, berangkat pagi pulang malam, kemudian jalanan macet dan sebagainya. Makanya, dengan bersepeda, rasanya beban pekerjaan menjadi ringan,” tuturnya.
Bagi Kepala BNN Kabupaten Malang ini, ber-sepeda bukan sekedar olahraga atau menyalurkan hobi. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah menso-sialisasikan bahaya narkoba lewat bersepeda. Apalagi sekarang peredaran narkoba sudah sangat membahayakan. Tidak hanya menyerang orang tua, tapi juga remaja dan pelajar. Bahkan murid Taman Kanak-kanak (TK) pun sudah diincar.
Karena itu, setiap ada event sepeda, BNN selalu ikut berpartisipasi, menyampaikan bahaya narkoba. Seperti pada Minggu, 9 April 2017 silam, BNN Kabupaten Malang bersama klub sepeda di Kepanjen, mengadakan event dengan jarak tempuh 25 km. Start dari pelabuhan Sendangbiru, Sumbermanjing Wetan, lalu melewati pos TNI AL, lalu melewati jalur lintas selatan (JLS), belok kiri ke arah Desa Tamban. Di sini peserta melewati jalan cor, aspal, jalan stapak, dan lereng perbukitan, terus masuk perkebunan pisang, padi, tebu, tambak ikan, lalu terus ke Pantai Clungup, Pantai Goa Cina, Pantai Watu Leter dan finish di Pantai Ungapan.
“Saya mengajak kepada masyarakat, mari bersepeda. Karena bersepeda untuk kesehatan, menjaga stamina tubuh. Kedua, dengan bersepeda gunung, di mana kita melewati perbukitan, kita akan ikut mencintai lingkungan. Kalau lingkungan rusak, akan muncul bencana. Saya berharap, mari kita mengkampanyekan anti narkoba. Dengan melewati kampung-kampung, lalu silaturahmi dengan masyarakat, kita bisa menyampaikan pesan-pesan anti narkoba. Dengan bersepeda, kita juga menjadi orang yang pandai bersyukur, karena kita menyadari betapa besarnya kekuasaan Tuhan. Dari keting-gian gunung, kita bisa melihat ke bawah, kita tak ada artinya apa-apa, merasa kecil. Kita hanya titipan, semua tergantung kepadanya. Makanya kita harus bersyukur dengan selalu menjaga lingkungan,” pesannya.*