MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Pesta demokrasi pemilihan presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sudah berlangsung Rabu (14/02/2024). Dari hasil hitung cepat berbagai lembaga survey, pasangan calon presiden nomor urut 2, Prabowo – Gibran, unggul atas dua kompetitornya, nomor urut 1 Anis – Muhaimin dan nomor urut 3 Ganjar – Mahfud MD.


MENURUT Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Wawan Sobari S.IP., MA., Ph.D, meski berbagai lembaga survey menempatkan Prabowo – Gibran sebagai pemenang, namun bukan berarti pilpres selesai. Karena masih ada kemungkinan margin of error.
Indikator Politik dan Poltracking misalnya, hasil yang diperoleh pasangan calon 02 berkisar di angka 49,4% – 54,2% serta 48,8% – 54,6%. “Artinya, masih ada kemungkinan margin of error itu di bawah 50%. Meskipun trend pasangan 02 ini cenderung naik, namun pasangan 01 juga cenderung naik,” katanya, Kamis (15/02/2024).
Namun di sisi lain, masih kata Wawan Sobari, secara statistik memang keteguhan pilihan terhadap pasangan 02 relatif tinggi. “Jadi, di atas 87% mereka tidak akan mengubah pilihannya. Tapi hasil survei itu menunjukkan kalau posisinya belum bisa dipastikan,” katanya.

“Artinya, kalau tadi ada orang yang memilih pasangan 02 itu tidak akan mengubah pilihan, tetap teguh pada pilihannya, tapi jumlahnya kurang dari 100 persen. Nah, bisa diartikan potensi mereka untuk berubah pilihan masih ada,” sambung Wawan Sobari.
Meski demikian, masih kata alumni ISS Den Haag, Belanda ini, jika melihat hasil survey yang sudah dirilis, belum tentu pilpres terjadi dua putaran. Dia justru lebih menyoroti penggiringan opini soal pilpres satu putaran untuk menghemat anggaran. “Yang paling penting dan dikhawatirkan sebenarnya adalah ada upaya untuk menggiring opini bahwa pemilu ini cukup satu putaran untuk menghemat anggaran. Itu yang saya tidak setuju, ” tegasnya.
Kenapa? Karena menurut Wawan Sobari, anggaran pemilu sudah dipersiapkan sebelumnya. Misalkan pemilu satu putaran bisa menghemat sekitar Rp 12 – Rp 15 triliun, belum tentu juga signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. “Jadi, kalau dana sisa pilpres direalokasikan untuk yang produktif atau yang sifatnya untuk menyejahterakan rakyat, kita tidak bisa mendapat jaminan itu,” paparnya.
Alumni Flinders University of South Australia ini menganggap satu putaran atau dua putaran jangan dilihat dalam konteks penghematan anggaran. “Jadi seolah-olah berkata demikian, ya sudahlah satu putaran saja biar nanti pemilu anggarannya lebih sedikit, ada penghematan. Itu yang menurut saya tidak tepat,” tegasnya.
Yang harus dilihat dari proses pemilu, menurut Wawan adalah nilai-nilai demokrasi, nilai kebebasan sipil, nilai partisipasi politik, nilai kinerja lembaga publik, dan kepastian hukum berjalan dengan luber jurdil. “Kalau saya sih berharap satu putaran atau dua putaran itu rakyat yang memutuskan, selama pemilunya luber jurdil,” tegasnya.
Bagi Wawan Sobari, prinsip-prinsip luber jurdil yang paling penting. Sebab demokrasi artinya adalah kekuasaan di tangan rakyat (rule by the people). “Rakyat yang berada di sentral kekuasaan, dan pemilu adalah ajang kedaulatan rakyat. Jangan sampai rakyat yang berdaulat, dinodai ulah-ulah elit penguasa yang menginginkan kemenangan dengan cara-cara yang tidak fair atau tidak luber jurdil,” tegasnya. (div/mat)