4 Oktober 2024

`

Inspektorat Pemkab Malang Sosialisasi SPIP

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bupati Malang Nomor 29 Tahun 2018 sebagai perubahan Peraturan Bupati sebelumnya Nomor 78 Tahun 2017. Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Inspektorat Pemerintah Kabupaten Malang, melakukan sosialiasi Pedoman Pengenalan Risiko di lingkungan pemerintah Kabupaten Malang.

 

 

Kepala inspektorat pemerintah kabupaten Malang, Tridiyah Maestuti memberikan keterangan dan para peserta sosialisasi.

KEGIATAN yang dibuka langsung Sekretaris Daerah Kabupaten Malang, Ir Didik Budi Muljono MT, diikuti ratusan ASN Kabupaten Malang, di Hotel Gajahmada, Jl. Cipto, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Rabu (05/12/2018). Menghadirkan, nara sumber perwakilan dari BPKP Provinsi Jawa Timur, Agus Setianto yang sekaligus pembina SPIP.

Kepala inspektorat pemerintah kabupaten Malang, Tridiyah Maestuti.

Kepala Inspektorat Kabupaten Malang, Tridiyah Maestuti menjelaskan, setiap organisasi perangkat daerah, harus melakukan pengendalian risiko dalam melaksanakan programnya. Selain itu, harus mengerucut pada visi Kabupaten Malang, Madep Manteb Manetep.

Peserta sosialisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

“Sesuai peraturan Bupati Malang, setiap Perangkat Daerah harus melakukan pengendalian risiko secara internal. Karena, memang sudah ada dan melekat. Jika hal itu bisa dilakukan dengan baik dan kuat, kegiatan pengawasan dari ekternal, tidak akan banyak mendapatkan temuan,” tuturnya. Ia melanjutkan, ada 4 unsur yang harus dilakukan dalam pengadilan risiko secara intern. Semuanya, sangat memungkinkan, untuk meminimalisir temuan pengawasan.

“Ada 4 hal yang perlu dilakukan, mulai dari pengendalian lingkungan, penilaian Risiko, pelaksanaan pengendalian serta pemantauan pengendalian. Mengingat, di setiap program perangkat daerah, pasti memiliki risiko. Untuk itu harus dipetakan dan diidentifikasi dan dilaporkan la kami,” lanjutnya.

Menurutnya, risiko yang tidak terlalu besar, harus diselesaikan pada internal organisasinya, karena yang mengetahu secara pasti. Sementara, tingkat risiko tertinggi harus dilaporkan kepada inspektorat.

“Yang paling beresiko, harus dilaporkan kami. Karena itu, dengan sosialisasi ini kami berharap bisa dimanfaatkan sebaik baiknya. Salah satu cara, harus mengadakan forum diskusi pada organisasinya masing, untuk memetakan dan mengidentifikasi risiko dari program kerjanya,” pungkas Tridiyah. (ide)