Hari Sasongko, Gagal Jadi Seniman, Malah Jadi Ketua DPRD
4 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Hidup bukan sekedar menunda kekalahan. Kehidupan mempunyai alurnya sendiri. Ragam cerita perjuangan anak manusia untuk menyelaraskan keinginan dan tujuan yang hendak dicapai. Seperti itulah yang terjadi pada Hari Sasongko. Tidak kesampaian mengukir mimpi menjadi seniman, tak dinyana, justru mengantarkannya menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, Jawa Timur selama dua periode.

DI RUANG kerjanya, pria kelahiran 2 Januari 1964 ini, berkisah. Begitu menamatkan pendidikan di SMAN 1 Malang pada tahun 1982, sesuai dengan minat dan bakatnya, Hari mendaftar ke Fakultas Seni Rupa IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Malang, karena ingin menjadi seniman secara ‘benar’ dengan menguasai teknik dan teori melukis.
“Setelah lulus SMA, cita-cita meneruskan senia, mencoba daftar di IKIP Negeri Malang jurusan seni rupa,” tutur bapak empat orang putera ini.
Namun hidup menentukan jalannya sendiri. Pada saat bersamaan, Hari juga diterima di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya Malang. Dengan berbagai pertimbangan, pria yang gemar membaca dan memelihara burung ini akhirnya memutuskan kuliah di Universitas Brawijaya (UB). “Meskipun kuliah di UB, saya masih suka melukis sampai sekarang, meskipun otodidak,”terang penyuka Basuki Abdulah ini.
Ketertarikan Hari pada dunia seni, diakuinya tidak lepas dari lingkungan keluarga. Karena latar belakang keluarga suami dari Binarti adalah pecinta seni tradisional. “Mulai kecil saya suka melukis, mendengarkan wayang kulit, membaca buku sejarah. Memang, lingkungan keluarga saya suka dengan seni tradisionil,”ungkapnya.
Begitulah, antara seni dan politik acapkali memiliki benang merahnya. Karena tidak jarang seniman sebagai pelaku seni adalah orang-orang yang gelisah dengan keadaan. Kepeduliannya dengan lingkungan, kemudian diabtrasikan lewat lukisan maupun karya seni lain, sehingga kadang mereka dicap sebagai ‘pemberontak’ karena berseberangan dengan penguasa.
Begitu halnya dengan Hari Sasongko muda. Jiwa seninya mengalir dari keluarga. Sedang ketertarikanya kepada politik, diakuinya sejak remaja. Tertempa di lingkungan tempat tinggalnya yang waktu itu merupakan ‘kandang’ aktivis pergerakan mahasiswa di eranya. “Tempat tinggal saya di Betek Nirom, Dinoyo, Lowokwaru, Kota Malang. Saat itu banyak aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Bahkan Ketua PDI Kabupaten Malang yang pertama, Pak Bambang, kost di situ, sehingga akhirnya timbul minat pada politik yang beraliran nasionalis,” kisah pria yang menyukai grup musik Deep Purple dan Genesis ini.
Debut pertamanya dalam dunia politik adalah saat dirinya menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum 1982. “Itu saya mencoblos pertama dan sudah menjadi saksi untuk PDI di TPS (Tempat Pemungutan Suara) kampung saya. Itu saya masih SMA,”ujarnya sembari tertawa.
Selepas SMA, pegiat budaya ini bergabung dengan GMNI. Tak ayal, cap aktivis pergerakan melekat pada dirinya. Untuk saat itu, menjadi aktivis GMNI, bukanlah perkara gampang, karena harus berhadapan dengan penguasa.
Dari simpatisan, sampai menjadi aktivis GMNI dan akhirnya menjadi politisi PDI sebelum berubah nama menjadi PDIP, karier politik Hari secara profesional diawali dengan menjadi pengurus Komdes PDI di Kelurahan Penanggungan. “Perjalanan politik saya, memang berawal dari bawah, sampai akhirnya bisa menjadi Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang,”paparnya.
“Dalam berpolitik, seseorang harus mempunyai landasan ideologi dalam memilih berpartai. Ideologi partai yang dipilih harus benar – benar diyakini dan dipahami, karena komitmen dari garis politik, sikap politik harus mencerminkan ideologi partai yang diwakili,” tegas politisi PDIP.
Loyalitas dan dedikasi Hari menjadi politisi PDIP pada akhirnya mengantarkan dirinya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Malang sejak periode 2009 hingga sekarang. Dalam rentang waktu tersebut, diakuinya, banyak suka maupun duka ketika menjadi seorang politisi.
“Politisi adalah sebuah talenta. Artinya, butuh pengalaman. Tidak bisa hanya sekedar berbekal teoritis. Ini menyangkut komunikasi, psiko massa. Tidak cukup dengan pengetahuan teoritis, tapi bagaimana praktek bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan begitu kita bisa menangkap persoalan yang ada di masyarakat,”ungkapnya.
Sedikit melakukan kilas balik. Sebagai partai oposisi, bagaimana susahnya di jamannya untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. “Tingkat mobilisasi masyarakat masih sederhana, dan animo masyarakat dalam berpolitik tidak terlalu besar. Namun tetap kita berusaha memberikan pendidikan politik melalui forum yang ada,”paparnya.
Sebagai Ketua DPRD, tantangan politik ke depan untuk Kabupaten Malang adalah bagaimana para politisi, baik yang bergerak di esekutif maupun legislatif, bisa memahami tentang apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Di tengah arus politik yang saat ini marak menggunakan politik identitas sebagai sarana, Hari mengatakan bahwa di Indonesia hal itu seharusnya sudah selesai.
”Harus dipahami bahwa kita ini adalah bagian dari proses berbangsa dan bernegara. Artinya, negara kita sudah selesai dengan politik – politik sektoral, politik identitas, dan sebagainya. Jangan sampai kepentingan pragmatis yang berorientasi sektoral itu, digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan. Sebab, muara politik kita adalah NKRI dan Pancasila,”tegasnya.
Lebih dari satu dasawarsa menjadi senator yang berkutat di legislatif, saat ditanya ketertarikan untuk terjun ke eksekutif, dengan lugas pria yang menyukai musik hard rock ini menjawab bahwa dalam politik, kebijakan ada pada partai.
“Politik itu kan kaitannya dengan penugasan. Ada legislatif dan esekutif. JIka kemudian partai menugaskan untuk terjun ke wilayah eksekutif, sebagai kader harus siap. Namun tentunya kader tersebut harus mempersiapkan diri dengan dasar teoritis serta pemahaman bagaimana pelaksanaan pemerintah daerah,”terangnya.
Pria yang kini berdomisili di Desa Tambakasri, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang ini kemudian menyatakan kesiapannya maju dalam pertarungan pemilihan Bupati Malang tahun 2021 jika memang PDIP memberinya mandat. “Jika partai memberi mandat untuk maju menjadi Bupati Malang, saya siap maju!,”tegas Hari Sasongko.
Untuk kemajuan Kabupaten Malang, Hari yang kini berusia 54 tahun, berharap proses pembangunan yang ada, nantinya bisa dinikmati oleh semua masyarakat. Namun dia mengingatkan agar proses pemberdayaan terhadap masyarakat tidak hanya fokus pada sektor produksi belaka.
“Pemberdayaan produksi itu bagus, jangan berhenti di sini, namun juga harus dipikir dan diupayakan bagaimana pemasaran hasil produksi, sehingga produksi rakyat bisa berlanjut terus, karena barangnya bisa terjual. Ini salah satu langkah protektif pemerintah daerah untuk melindungi usaha rakyat di era perdagangan bebas sekarang ini. Saya berharap, ke depan, Kabupaten Malang bisa semakin maju. Untuk itu butuh seorang pemimpin yang bisa mengaktualisasikan rencana pembangunan berdasarkan kebutuhan yang ada,”pungkas Hari Sasongko. (diy)