Dua Mantan Wali Kota Dialog Noto Malang Raya, Ini Pesan Mereka
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Potensi Kota Malang, Jawa Timur, dari segala aspek, sangat besar. Tinggal niat pemangku kepentingan, apakah punya keinginan noto Malang atau tidak, supaya kedepan lebih bagus. Kata kuncinya, kolaborasi dengan semuanya, termasuk dengan akademisi.
HAL INI disampaikan mantan Wali Kota Malang periode 2018 – 2023, H. Sutiaji, saat Rembug Warga, Noto Malang Raya, di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Senin (25/09/2023). Diskusi yang dikemas dalam bentuk dialog publik dan interaktif ini digelar bersamaan dengan Hari Ulang Tahun ke-25 Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH-UB) Malang.
“Kota Malang memiliki potensi yang besar. Tinggal kemauan dari hati, apakah ingin menata Kota Malang atau tidak. Untuk sejumlah potensi, tinggal kemauannya saja, apakah punya keinginan noto Malang atau tidak, supaya kedepannya lebih bagus lagi. Kata kuncinya, kolaborasi dengan semuanya, termasuk dengan akademisi,” kata Sutiaji.
Menurut Sutiaji, penghayatan terhadap Indonesia Raya harus benar-benar dilakukan, tanpa adanya pembatasan dan tidak dikapling-kapling. “Kadang gini, kita itu kadang geer-an ya. Kita hamba Tuhan, tapi memposisikan diri jadi Tuhan. Menjustifikasi kesana kemari, itu milik saya, dan sebagainya,” pungkasnya.
Sementara itu, mantan Wali Kota Batu 2017-2022, Dewanti Rumpoko, menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya acara tersebut. Ia bahkan memberikan masukan agar kedepan jumlah pesertanya ditambah.
“Selain dari birokrasi, teman-teman dewan, institusi, dan komunitas lain, yang langsung berpihak kepada masyarakat, juga dihadirkan, agar masukan dan dialognya bisa lebih gayeng. Penting lagi, Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu harus dilibatkan semua,” sarannya.
Ketua PPOTODA, Ria Casmi Arrsa, menjelaskan, Rembug Warga Ayo Noto Malang Raya ini sebagai respon terhadap penataan kondisi di Malang Raya. Lebih khusus, di Kota Malang dan Kota Batu. Mengingat, saat ini sedang masa transisi atau kekosongan kepala daerah, sehingga harus digantikan penjabat kepala daerah.
“Kondisi transisi ini, kami respon agar rembug warga menjadi jembatan aspirasi dan komunikasi agar tata kelola pemerintahan tetap berjalan stabil, terutama menghadapi tantangan dan kendala yang mungkin saja terjadi,” terangnya, saat ditemui di lokasi acara, Senin (25/09/2023) siang.
Ia menambahkan, dari aspek sosio politik, kekosongan jabatan bisa saja memantik disharmoni, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Ini harus dieliminasi dan diminimalisir, sehingga penyelenggaraan pemerintah tetap berjalan normal. Forum rembug warga ini menghadirkan berbagai stakeholder. Mulai unsur perangkat daerah, parpol, ormas LSM, organisasi kemahasiswaan dan lepemudaan, serta media,” lanjutnya. (aji/mat)