8 Oktober 2024

`

Dosen UB Atasi Sampah Tanpa Masalah

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Masyarakat Desa Jatisari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki permasalahan sampah yang cukup serius. Apalagi ada larangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terlalu dekat dengan jalan raya sehingga membuat warga membuang sampah di sungai atau dibakar.

 

Tim KKN OPF Universitas Brawijaya (UB) memanfaatkan Black Soldier Fly untuk mengolah sampah organik yang dapat digunakan untuk pakan ternak.

 

 

BERANGKAT dari permasalahan tersebut, tim KKN OPF Universitas Brawijaya (UB) menginisiasi pengolahan sampah dengan produktif. Tim yang diketuai Dr. Siti Asmaul Mustaniroh, STP, MP,  dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian ini memanfaatkan Black Soldier Fly untuk mengolah sampah organik yang dapat digunakan untuk pakan ternak.

“Maggot BSF yang sudah dipanen dapat digunakan sebagai pakan ternak, karena kandungan asam amino dan protein mencapai 40 hingga 50 persen. Budidaya ini sudah lazim dilakukan karena mudah dikerjakan secara masal,” jelas Asmaul, Kamis (13/10/2022).

Kegiatan ini diawali dengan adanya sosialisasi bank sampah yang dilakukan Ibu Iin sebagai pengurus bank sampah di Desa Pendem, Kota Batu, Malang. Sosialisasi ini dilakukan agar masyarakat Desa Jatisari melakukan aktivitas pemilahan sampah, baik organik maupun anorganik hingga dapat menekan jumlah sampah serta pendapatan masyarakat semakin meningkat.

Untuk budidaya maggot, diawali dengan penyiapan 52 gram telur lalat. Proses budidaya maggot diawali dengan pembuatan media penetasan telur dalam wadah plastik. Media yang digunakan yaitu dedak yang dicampurkan dengan air agar dedak tetap dalam kondisi lembab. Penambahan air pada dedak dilakukan 2 hari sekali agar tetap dalam kondisi lembab.

Selanjutnya, telur-telur tersebut diletakkan di atas penampang yang terbuat dari kawat yang memiliki pori-pori kecil dengan dilapisi tisu agar telur tidak bersentuhan langsung dengan media karena telur akan mati. Proses penentasan telur berlangsung selama 3-5 hari, ” jelas Asmaul.

Asmaul  menjelaskan, baby maggot ialah maggot yang baru saja menetas dan jatuh ke dalam media untuk bertahan hidup. Baby maggot berkembang selama kurang lebih 7 hari setelah masa penetasan telur berlangsung. Lalu baby maggot yang berukuran 3-4 cm dipindahkan dalam media pembesaran.

“Media pembesaran menggunakan rak dari kayu. Pada proses ini, dibutuhkan sampah organik sebagai pakan maggot untuk berkembang. Sampah organik yang digunakan biasanya berasal dari sampah dapur. Sampah-sampah tersebut dicacah atau dihaluskan terlebih dahulu agar dapat dicerna oleh maggot, ” imbuh dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian ini.

“Dalam satu tempat penetasan yang berisi 2 gram telur, membutuhkan 2 kilogram media pembesaran. Sedangkan pada saat pembesaran maggot, untuk 1 kg maggot dibutuhkan 4 kg sampah organik sebagai pakan maggot. Setelah berumur 15-20 hari, maggot dapat dipanen. Proses panen maggot dilakukan dengan menggunakan ayakan senderhana. Maggot yang sudah dipanen dapat dijual dan dijadikan sumber protein untuk pakan ternak sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Jatisari”, imbuhnya.

Dengan adanya teknologi budidaya maggot yang sederhana dengan biaya yang rendah ini dapat memproduksi 150 kg maggot yang dijadikan alternatif dalam mengolah sampah organik secara sehat dan ekonomis serta untuk meningkatkan pendapatan dari masyarakat Desa Jatisari. (div/mat)