14 Februari 2025

`

Daman, 27 Tahun Menjaga Candi Singosari

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Tidak mudah  merawat benda-benda peninggalan sejarah, seperti candi. Butuh kesabaran, kesungguhan dan keikhlasan. Jika tidak, tentu  akan putus di tengah jalan.

 

Candi Singosari. (FOTO : Firsa Febriani Arista, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura)

 

Daman Wuri (60), juru pelihara Candi Singosari (FOTO : Firsa Febriani Arista, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura)

INILAH yang dirasakan Daman Wuri (60),  juru pelihara Candi Singosari yang berada  di Jl. Kertanegara, Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Selama 27 tahun, warga Candirenggo RT 3/RW 6, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang ini merawat candi yang sudah berumur ribuan tahun tersebut.

Daman Wuri (60), juru pelihara Candi Singosari (FOTO : Firsa Febriani Arista, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura)

Diakuinya, ada  suka duka yang  ia rasakan selama menjaga sekaligus memelihara candi peninggalan Kerajaan Singosari tersebut. Sukanya, dia bisa mengabdi  kepada pemerintah dengan cara merawat peninggalan sejarah. Dukanya, dulu,  saat mulai masuk kerja pada tahun 1991 – 2010, upah yang ia terima  hanya Rp 30 ribu.  Itu pun diterima tiap tiga bulan sekali.  “Kalau sekarang sudah bagus, hampir Rp  1 juta yang saya terima, ” kata  Daman, ditemui di lokasi Candi Singosari, Minggu (16/12/2018) lalu.

Seperti lazimnya orang yang menjaga peninggalan kuno,  dia juga pernah diganggu makhluk halus genderuwo yang berada di sekitar candi. Masalahnya, saat jaga malam,  dulu tidak boleh masuk di dalam pos penjagaan.  Akhirnya  dia  tidur di dalam candi,  terkadang juga  tidur di luar sekitar candi. “Nah, saat itulah saya pernah diganggu,” akunya.

Dia menambahkan,  jumlah kunjungan wisatawan cukup bagus. Setiap pengunjung yang datang ke Candi Singosari, wajib mengisi buku tamu dan membayar biaya perawatan seikhlasnya.  “Pernah ada petugas dari museum Belanda yang berkunjung untuk mengambil arca, karena dianggap orang Indonesia tidak mau merawat peninggalan tersebut,” katanya.

“Saya pikir-pikir,  betul juga  ucapan seperti itu. Sebab, dana perawatan dari pengunjung. Dari pemerintah tidak ada. Seandainya dari pemerintah ada, tidak mungkin ada dana penarikan dari pengunjung, ” katanya. (firsa febriani arista, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura/rahmat)