Belum Ada Payung Hukum, Investor Ragu Kembangkan Pariwisata Malsel
3 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Banyaknya pantai berpanorama indah di Malang Selatan, tentunya merupakan potensi pariwisata yang besar, sayangnya selama ini belum bisa dikembangkan secara maksimal karena tidak adanya investor yang menggarapnya.
KEHADIRAN para pemodal untuk pengembangan pariwisata pantai di Kabupaten Malang tentunya tidak bisa dinafikan. Kepada awak media, salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Malang yang juga pengusaha, M. Geng Wahyudi, menjelaskan keengganan investor untuk berinvestasi di Malang Selatan.
“Memang potensi wisata kita Malang Selatan sangat besar sekali, bahkan saya bersama seorang teman pengusaha pernah melakukan survey di Pantai Tamban untuk wisata paralayang. Disitu angin dan panoramanya lebih bagus dari Modangan, dimana start dan finishnya bisa di satu titik, hal ini sangat jarang ada dalam paralayang,” jelasnya.
“Awalnya teman saya yang pengusaha berniat mengembangkan wisata paralayang di Tamban, dengan nilai investasi yang besar, sayangnya rencana itu belum jadi, karena memang payung hukum untuk investasi disana belum ada,” imbuh Geng Wahyudi.
Lebih lanjut pria asal Pakisaji, yang hendak mencalonkan menjadi anggota DPR RI periode 2019 – 2024 dari Partai NasDem dengan dapil Malang Raya menjelaskan, bagi seorang pengusaha jaminan hukum dalam berinvestasi adalah hal yang utama.
“Di Malang Selatan, untuk wisata pantai, secara kepemilikan adalah milik Perhutani, disini rancunya bagi pengusaha, satu sisi yang mengundang investor adalah Pemerintah Kabupaten, dan tentunya untuk pengembangan pariwisata butuh modal yang besar sehingga butuh waktu lama untuk break event pointnya, ini masih belum bicara keuntungan. Jika nanti ditengah kontrak ada masalah karena ada sengketa lahan, siapa kemudian yang bertanggungjawab?”, tanya Geng retoris.
Masalah kepemilikan dan hak pengelolaan lahan inilah yang menurut Geng Wahyudi, menjadi faktor investor enggan mengucurkan rupiahnya untuk mengembangkan pariwisata di Malang Selatan. “Jika tidak ada kepastian hukum, bagaimana investor mau menanamkan investasinya,” ujar Geng.
Potensi sengketa memang bisa saja terjadi, karena Pemkab selama ini sudah membangun sarana insfrastruktur seperti jalan raya dan lain sebagainya, tentunya juga mempunyai hak untuk mendapatkan keuntungan dari pengelolaan wisata pantai di Malang Selatan. Namun disatu pihak, kebanyakan pantai yang ada di Malang Selatan, berada dalam wilayah Perhutani, dan untuk pengelolaan wisata pantai, Perhutani telah membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto, menyarankan agar pihak Pemkab dan Perhutani saling duduk bersama. “Harus saling duduk bersama membicarakan kesepakatan KSU (Kerja Sama Usaha-red), bagaimana nanti pembagiannya, berapa yang diperoleh Perhutani dan Pemkab. Bahkan kalau perlu pembahasannya langsung dengan Menteri Kehutanan, agar payung hukumnya tegas dan jelas. Setelah itu baru Pemda bisa mengundang investor masuk,” jelas Didik.
Dengan mengantongi ijin lokasi pariwisata, maka Pemda menurut Didik, bisa melakukan kontrak kerja sama dengan investor berdurasi panjang. “Setelah mempunyai ijin lokasi pariwisata, Pemda bisa mengundang investor sehingga ada saling kesinambungan dan ada kewajiban – kewajiban, karena didalamnya mengatur tidak hanya tahunan, minimal 15 sampai 20 tahun dan bisa diperpanjang,” papar Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang.
Untuk menuju ke arah tersebut, Didik melihat perlunya Pemkab Malang membuat sebuah team work untuk melakukan pendekatan atau pembicaraan KSU dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Perlu ada sebuah team work yang bisa melakukan lobi, dalam hal ini lobi yang positif agar KSU Pantai Malang Selatan bisa dimiliki Pemda,” pungkas politisi PDIP asal Singosari. (diy)