16 Januari 2025

`

Batas Desa Rawan Konflik

2 min read

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Hingga saat ini, baru sekitar 46 persen batas desa di Indonesia yang sudah diketahui batas wilayahnya. Batas desa ini sangat penting, karena bisa mengantisipasi kemungkinan adanya sengketa  perbatasan desa.

 

Para peserta yang mengikuti Diseminasi Informasi Geospasial, Jum’at (14/09/2018) di Malang.

 

DITARGETKAN, di tahun 2020, seluruh desa di Indonesia sudah dipetakan secara akurat. Nantinya, semuanya akan mengacu kepada informasi geospasial, karena satu-satunya yang diakui Undang Undang.

Hal itu disampaikan Totok Daryanto, anggota Komisi VII DPR RI saat Diseminasi Informasi Geospasial, Jum’at (14/09/2018) di Malang. Bersama Inspektur Badan Informasi Geospasial (BIG), Sugeng Pribadi, dia menjelaskan pentingnya peta yang digunakan sebagai acuhan batas desa.

Komisi VII DPR RI, Totok Daryanto, Inspektur BIG serta salah satu peserta Kades Ngebruk, Kiswanto.

“Ini bisa dibilang terlambat, karena undang-undang sebenarnya dibuat sejak tahun 2011. Namun ini luar biasa, karena saat ini sudah mencapai 46 persen dari total 83 ribu desa di Indonesia, sudah selesai dipetakan. Informasi Geospasial, bertindak sangat cepat untuk mengejar ketertinggalan itu,” tuturnya saat Diseminasi Informasi Geospasial, di hadapan ratusan kepala desa Kabupatean Malang, di Hotel Savana, Jum’at (14/09/2018).

Ia menambahkan, dengan kondisi saat ini, dimana ada Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD), batas wilayah desa sangat penting. Sehingga jika nantinya dilakukan pembangunan desa atau potensi di sebuah desa, tidak terjadi sengketa. Ternasuk juga saat terjadi kemajuan dan perkembangan pedesaan, bisa berjalan dengan beriringan.

“Dengan adanya anggaran untuk desa, batas wilayah desa menjadi sangat penting. Termasuk juga saat dilakukan pembangunan infrastruktur. Karena akan menimbulkan banyak kepentingan ekonomi. Nantinya, antar desa juga bisa bekerjasama dengan potensi masing-masing,misalnya membuat Badan Usaha Desa,” lanjutnya.

Sementara itu, Sugeng Pribadi, selaku Inspektur BIG menyatakan, bahwa di Jawa Timur, peta rupa bumi / peta dasar, sudah selesai di tahun 2007. Namun saat itu, masih melalui Badan Koordinasi Survey Pemetaan Nasional (Bakosurpanal).

“Nantinya bisa diakses melalui website. Kami biasanya koordinasi dengan Bapeda di setiap daerah. Karena kantor pusatnya di Cibinong, di Pemprov pun juga tidak ada,” katanya.

Salah satu peserta Deseminasi, Kiswanto, Kades Ngebruk, menyambut baik adanya Badan Informasi Geospasial. Mengingat, hal itu bisa menjadi rujukan yang valit bagi desa dengan batas batasnya.

“Bagus sekali ini, jadi lebih tahu dengan pasti tentang batas desa. Sehingga, tidak ada permasalahan sengketa saat ada pembangunan desa,” tuturnya. (ide)