Angkat Isu Korupsi dan Ketidakadilan, Teater Hitam Putih FEB UM Sajikan Drama Tangis
2 min readMALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Pentas Studi Angkatan XXIII yang diselenggarakan pada 7 Desember 2024 di Gedung B3, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Malang merupakan sebuah kegiatan yang digelar tahunan oleh Teater Hitam Putih, Sub Bidang dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Negeri Malang.
TEMA kegiatan ini “Dharma Paramārtha Pratibhānam”, yang secara harfiah berarti dilema kebajikan dan konflik batin. Drama ini sukses membangun suasana tegang di pabrik batik Abiyoso, di mana konflik antara Prasojo dan Pangajab menjadi inti dari pertunjukan. Setiap adegan dirancang seperti potongan teka-teki yang memancing penonton untuk terus menebak-nebak arah cerita.
Latar pabrik batik yang digunakan tidak hanya memperkaya visualisasi panggung, tetapi juga menghadirkan makna mendalam tentang pentingnya menjaga warisan budaya di tengah arus modernisasi. Selain itu, drama ini menyuguhkan kritik sosial yang tajam terhadap praktik bisnis yang tidak bermoral dan dampaknya pada kehidupan manusia. Pesan moral yang tersirat sangat relevan dengan realitas masyarakat saat ini, menjadikan drama “Tangis” lebih dari sekadar hiburan, sebuah refleksi sosial yang menggugah.
Pentas drama “Tangis” memang menawarkan pengalaman yang menarik, namun ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pertunjukan di masa mendatang. Salah satunya adalah kurangnya ketanggapan panitia dalam mengatur alur kedatangan penonton. Saat saya datang, tidak ada petunjuk yang jelas mengenai arah atau proses registrasi, sehingga membuat penonton yang belum familiar merasa kebingungan. Selain itu, acara yang seharusnya dimulai pukul 18.30 wib, justru baru dimulai pada pukul 19.20 wib, menciptakan ketidaknyamanan bagi penonton yang sudah menunggu cukup lama.
Peran MC juga terasa kurang maksimal, dengan gaya yang terkesan tidak formal dan kurang memadai dalam memandu jalannya acara. Seharusnya, MC diberi briefing lebih lanjut agar dapat menyampaikan informasi dengan lebih jelas dan terstruktur.
Dari segi teknis, pencahayaan pada beberapa momen sudah cukup baik, terutama dengan penggunaan warna orange dan merah yang menambah kedalaman suasana. Namun, ada beberapa momen di mana pencahayaan tidak tepat, seperti saat MC masih berbicara, tetapi lampu sudah dimatikan, mengganggu kelancaran acara.
Secara keseluruhan, meski pertunjukan drama “Tangis” berhasil menyajikan drama yang menarik dan penuh makna, perbaikan dalam aspek manajemen acara dan teknis akan sangat membantu menciptakan pengalaman yang lebih memuaskan bagi penonton di masa mendatang. (Penulis: Dina Felita Putri, Mahasiswa S1 Pendidikan Seni Tari dan Musik Universitas Negeri Malang)