17 Mei 2025

`

Alat Pendektesi Tsunami di Kabupaten Malang Rusak, BNPB Enggan Membantu

3 min read
Pantai Batu Bengkung di Malang Selatan.

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR. COM – Berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di sisi selatan, membuat Kabupaten Malang, Jawa Timur  mempunyai potensi bahaya tsunami. Ironisnya, satu-satunya alat pendektesi dini tsunami malah rusak. Celakanya, Badan Nasional Penangulanggan Bencana memberikan bantuan.

 

HAL INI diungkapkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, Bambang Istiawan, Selasa (22/01/2019).

Kepala BPBD Kab Malang, Bambang Istiawan.

Bambang tidak menampik jika Early Warning System (EWS) untuk mendekteksi terjadinya tsunami satu-satunya di Kabupaten Malang saat ini tidak berfungsi. “Itu milik BNPB (Badan Nasional Penangulanggan Bencana) yang dipasang sekitar tahun 2015 di Pantai Tamban,  Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Namun sekarang tidak berfungsi karena rusak,” katanya.

Dengan rusaknya EWS di Pantai Tamban, praktis saat ini di pesisir Malang selatan tidak ada lagi alat pendektesi terjadinya tsunami. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat di lepas pantai Malang selatan terdapat zona subduksi lempang eaurasia dan australia.

Gempa bumi dalam skala rendah seringkali terjadi di lepas pantai Malang selatan. Dari data BMKG Stasiun Karangkates, zona subduksi di selatan Kecamatan Donomulyo berpotensi menimbulkan gempa bumi dalam skala signifikan, meski kapan waktunya hingga saat ini belum bisa diprediksi.

Menurut Kasgeof, BMKG Stasiun Karangkates, Musripan, jika memang terjadi gempa bumi,  di pesisir selatan Malang selatan memang  berpotensi besar menimbulkan tsunami.

Dengan rusaknya EWS, BPBD Kabupaten Malang sudah beberapa kali mengajukan pengadaan EWS yang baru. Namun belum ditanggapi.  “Sudah kami ajukan, namun ditolak,  dengan alasan meski ada potensi terjadi tsunami di Malang selatan, namun resiko timbulnya korban tidak tinggi, karena kawasan ini tidak dihuni banyak penduduk,”jelas Bambang.

Memang,  dari 105 km garis pantai yang dimiliki Kabupaten Malang, tidak semuanya menjadi pemukiman penduduk. Namun beberapa ada yang menjadi pemukiman penduduk, seperti Pantai Sipelot di  Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo. Bahkan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Pondok Dadap di Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Tidak hanya itu. Meski kebanyakan pantai belum dihuni  penduduk, beberapa pantai di Malang selatan  telah menjadi spot wisata yang ramai dikunjungi wisatawan saat akhir pekan atau liburan. Tanpa adanya EWS, resiko timbul korban jika terjadi tsunami  ditengarai cukup tinggi.

Melihat kondisi ini, BPBD Kabupaten  Malang tidak ingin tinggal diam. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, menurut Sekretaris BPBD Bagyo Setiono, pihaknya  berusaha menggandeng pihak lain, seperti Perhutani, Polres Malang, TNI AL dan pihak terkait lainnya. “Untuk penanganan bencana,  BPBD tidak mungkin bisa sendirian, perlu ada sinergistas dengan instansi lain, misalnya untuk mengantisipasi terjadinya tsunami. Oke,  kita saat ini tidak ada EWS, namun kami telah berkoordinasi dengan Perhutani dan TNI AL agar mendirikan pos pantau di Pantai Batu Bengkung,” jelasnya.

Menurut pria yang akrab disapa Walet ini, ada beberapa keuntungan jika di Pantai Batu Bengkung didirikan pos pantau. “Pertama,  sebagai fungsi utama, memantau pergerakan air laut jika terjadi penyusutan mendadak secara ekstrim yang merupakan tanda awal terjadinya tsunami. Kedua,  bisa menjadi shelter atau titik evakuasi masyarakat jika tsunami terjadi, karena letaknya di atas bukit,” bebernya.

Tidak hanya itu, BPBD Kabupaten Malang selama ini giat melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat, khususnya di Malang selatan. “Ketika terjadi bencana, maka masyarakat yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri, pertolongan datang setelah bencana terjadi. Oleh karena itu,  dengan potensi bahaya yang dimiliki, masyarakat harus awas, tanggap dan paham apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi,” tegas Bagyo.

“Dengan paham situasi, orang tidak gampang panik, bisa berpikir jernih untuk menyelamatkan dirinya, keluarga maupun lingkungannya. Itu sebenarnya yang penting. Jangan panik saat terjadi bencana,” pungkasnya.   (diy)