20 April 2024

`

Ayo, Cuci Mata ke Desa Wisata Pujiharjo

3 min read
Indahnya Pantai Sipelot di Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang.

*Reporter : mamak

Letak Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, cukup jauh. Jaraknya kurang lebih  80 Km dari pusat  Kota Malang. Meski demikian,  keberadaan desa yang terpencil di pesisir laut selatan ini justru diburu para wisatawan,  baik dari dalam maupun luar negeri. Puluhann wisatawan setiap minggu berdatangan di desa penghasil lobster  ini.

 

Kades Pujiharo, Hendik Arso.

        MENURUT Kepala Desa Pujiharjo, Hendi Arso Marhaen, sejak awal Desember tahun 2017 silam, pihaknya  meluncurkan program Live In Pujiharjo.  “Ini adalah  satu paket program wisata yang ditawarkan kepada wisatawan dengan harga sangat murah. Hanya membayar Rp 150 ribu per orang, wisatawan sudah dapat penginapan (homestay)  di rumah penduduk), makan empat kali, dan rekreasi ke sejumlah tempat wisata,” katanya, Kamis (12/04/2018).

Wisatawan lokal melepas penat di Pujiharjo, Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

      Kepala Desa yang masih muda ini menjelaskan, bila wisatawan datang Sabtu sore, mereka langsung diajak ke homestay dan langsung makan (makan pertama). Setelah itu mereka dipinjami sepeda motor untuk keliling desa. Pagi harinya, setelah sarapan (makan kedua), wisatawan diajak sambang sawah dan kebun untuk melihat potensi pertanian warga setempat. Mereka ditunjukkan cara menanam pisang, cara memetik cengkeh, memetik degan (kelapa muda), dan sebagainya.

          Setelah itu makan siang (makan ketiga), lalu diajak ke sejumlah spot wisata, mulai Pantai Sipelot,  Air Terjun Pasir Putih,  wisata Parang Banteng, Goa Lowo, Watu Payung, dan  kembali ke Pantai Sipelot. “Sampai di sini (Pantai Sipelot), wisatawan  diajak bakar ikan (makan keempat) sampai puas. Setelah itu mereka pulang,” jelasnya.

         Menurut Hendik, program Live In Pujiharjo adalah konsep kerakyatan. Artinya, rakyat ikut ambil bagian dalam program ini dengan menyewakan rumahnya menjadi homestay dan menyediakan makanan, sehingga wisatawan pun dapat  belajar hidup di kampung, merasakan cara  bercocok tanam, hidup menyatu nelayan dan merasakan kehidupan di pesisir pantai.

            “Sejak kami luncurkan awal Desember 2017 lalu, program ini  banyak didatangi wisatawan pada akhir pekan. Biasanya, mereka sampai ke sini  Sabtu sore, bermalam, lalu baru kembali Minggu sore,” terangnya.

Richard (27) dan Yoris (25), wisatawan asal Jerman, usai selancar di Pantai Sipelot, Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang.

       Untuk penginapan wisatawan, masih kata kades yang baru menjabat sekitar tiga tahun ini, pihaknya menyediakan 55 homestay. Pihaknyajuga  menyediakan paket besar. Artinya, jika ada wisatawan yang berjumlah lebih dari 30 orang, fasilitasnya kami tambah berupa jamuan makan malam,  hiburan tari tradisional, dan live musik. “Harga paketnya tetap, Rp 150 ribu per orang, hanya saja fasilitasnya ditambahi. Tapi kalau tidak menginap, taripnya dipotong, hanya Rp 70 ribu per orang,” jelasnya.

Nelayan Pujiharjo usai menangkap ikan di perairan laut selatan.

          Hasilnya? “Lumayan. Banyak wisatawan yang datang ke sini,” jawabnya. Salah satu wisatawan asing yang kepincut dengan keindahan Desa Pujiahrjo adalah Richard (27) dan Yoris (25), asal Jerman.

        “Kami tahu desa ini dari internet (youtube). Kami lihat suasananya bagus. Kami senang dengan pelayanan di desa ini. Orang-orangnya ramah,” kata Richard.

          Selama di Pujiharjo, kedua wisatawan asing ini membaur dengan masyarakat. Mereka tinggal di homestay yang sudah disediakan desa dan makan bersama penduduk desa setempat. Makanannya pun tidak aneh-aneh. “Apa yang dimakan penduduk, itulah yang mereka makan,” kata Kepala Desa Pujiharjo, Hendi Arso, kemarin.

            Kepada Hendik Arso, dua wisatawan asing ini mengaku senang dengan sajian makanan yang disediakan tuan rumah. Apa itu?  “Oleh tuan rumah, mereka dimasakan sayur ikan laut pedas, pecel dan lobster goreng. Rupanya mereka sangat senang dengan menu itu,” kata Hendik.  (*)